Pelanggaran Pilkada 2018 Paling Banyak Terjadi Pada Masa Kampanye

RMOLBanten. Tahapan Pilkada 2018 sudah hampir tuntas seluruhnya. Rekapitulasi suara di 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten yang menggelar pilkada pun sudah dirampungkan seluruhnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di beberapa daerah bahkan pemenang pilkadanya sudah ditetapkan. Sementara pihak yang merasa keberatan dengan hasil rekapitulasi mulai mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).Sebagai lembaga yang mengawasi seluruh tahapan pilkada, pekerjaan Bawaslu juga sudah hampir selesai. Berikut penu­turan Anggota Bawaslu Ratna Dewa Pettalolo terkait hasil pemantauan institusinya selama Pilkada 2018.Berapa banyak pelanggaran yang Bawaslu temukan?Secara keseluruhan kami men­erima 1.095 laporan, baik dari masyarakat, pasangan calon, maupun pemilih. Kemudian hasil pengawasan kami yang di­jadikan temuan ada 2.038 kasus. Jadi jumlah total laporan dan temuan itu berjumlah 3.133.Bagaimana rinciannya?Dari total temuan dan laporan tersebut, terdapat 291 kasus pelanggaran pidana, 853 kasus pelanggaran administrasi, 114 kasus pelanggaran kode etik, 712 kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) TNI-Polri. Dan 619 kasus yang diperiksa, kami anggap bukan sebagai pelanggaran.


Jadi sejak tahapan awal pilkada sampai dengan rekapitu­lasi kemarin, setelah direkap kami menyimpulkan jumlah pelanggaran yang paling tinggi terjadi pada tahap kampanye. Total ada 1.333 kasus pada tahapan tersebut. Beberapa kasus pelanggaran masih berproses sampai saat ini, contohnya untuk kasus politik uang. Sebagaimana diketahui, berdasarkan aturan Bawaslu 13/2017, hak untuk me­nyampaikan laporan itu sampai hari-H, atau hari pemungutam suara.

Berapa jumlah untuk kasus politik uang?

Kami menerima empat lapo­ran terkait politik uang, yaitu yang terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel), kemudian di Sulawesi Utara (Sulut), Gorontalo, dan Lampung. Keempat kasus terse­but berproses sampai dengan persidangan, tapi tiga di antaran­ya dinyatakan tidak memenuhi syarat formil dan materiil, se­hingga dihentikan pada sidang berikutnya. Sekarang yang masih berproses ada di Provinsi Lampung.

Kasus di Lampung itu prosesnya sudah sampai mana?

Sekarang sedang dalam proses pembuktian dalam persidan­gan. Sekarang mereka sedang melakukan pemeriksaan saksi. Jadi tata caranya kan dilakukan dulu sidang pendahaluan untuk membuktikan apakah memenuhi syarat formil dan materiil. Terutama terkait terpenuhinya unsur politik uangnya. Kalau sekarang sudah dalam tahap pemeriksaan saksi, dan akan mendengarkan keterangan ahli dari pihak pelapor dan terlapor.

Kapan kira-kira akan dipu­tus?

Belum tahu juga. Karena sekarang kan masih berjalan ya, masih tahap pemeriksaan.

Terkait kasus pelanggaran pidana, bagaimana perkem­bangannya?

Dari 291 kasus pelanggaran pidana pemilu, yang masih dalam penyelidikan dan penun­tutan itu ada 109 kasus. Dari 109 kasus tersebut, empat kasus dihentikan di penyidikan, dan 52 kasus diproses, dan diputus di pengadilan. Dari 52 kasus yang diputus itu ada dua kasus politik uang. Jadi diputus bersalah, ter­bukti melakukan politik uang itu terjadi di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Ternate. Dari 52 kasus tadi, empat dinyatakan bebas.

Di Makssar itu kotak ko­song yang menang, dan di sana sempat terjadi kericuhan. Bagaimana tanggapan Bawaslu terkait kejadian ini?

Sebenarnya pelaksanaan pilkada di Kota Makassar sama saja dengan kota lainnya. Fungsi-fungsi pengawasan kami juga tidak berbeda dengan tempat lainnya.

Kalaupun kemudian ada yang berbeda ya karena cuma satu pasangan calon. Itu tidak sama dengan daerah lain, karena satu pasangan ini kan tidak lahir dari proses awal. Dia karena ada proses permohonan sengketa di Panwas Kota Makassar.

Kabarnya kericuhan itu dipicu oleh rapat pleno re­kapitulasi suara yang dibuat tertutup?
KPU kan sudah klarifikasi dan menyatakan bahwa itu tidak benar. Yang pasti kami sudah memproses PPK yang ter­indikasi sudah mempublikasikan berita acara yang tidak sesuai dengan yang dikeluarkan di TPS. [RM]