Presidenku Itu dari Kotaku

Gempita Pilpres 2019 telah berlangsung dengan masa kampanye yang akan terus tersaji setiap hari. Ragam media memberitakan dengan porsi sesuai seleranya karena obyektivitas tengah direngkuh dalam kelindan kehendak pemiliknya.


Para calon dan pemilih bersinggungan untuk menapaki kekuasaan yang diperjanjikan oleh regulasi yang berkaliber konstitusi negara, termasuk UUD 1945.

Untuk meraihnya ternyata membutuhkan kelimpahan energi tanpa batas akal sehat” mengingat ongkosnya tidak hanya material, tetapi juga sengal nafas.

Biarlah setiap gelora dan riak kampanye terus menggumpalkan cerita panjang ke depan. Dan untuk itulah Sumamburat hari ini mengambil jarak sedikit dengan menyajikan telisik yang beritanya tidak sesanter Pilpres maupun Pileg.

Ada gelombang prestasi yang memberikan arah zaman bahwa Walikota Surabaya telah terpilih secara aklamasi sebagai Presiden UCLG Aspac 2019-2020. Sebuah capaian yang tidak bisa dibilang ringan melainkan penanda bahwa karirnya sedang sumrambah ke rute sentrum kawasan Asia-Pasifik.

Ini terbaca sangat futuristik dengan realitas sparkling Surabaya yang semakin memendarkan cahaya perkotaan kepada dunia.

Dari tanggal 12-17 September 2018 seluruh stakeholders terpanggil untuk menjadi tuan rumah yang mengesankan Konggres Ke-7 United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG Aspac).

Betapa sibuknya walikota dan seluruh jajaran Pemkot dalam menuang kapasitas untuk perhelatan yang menyedot perhatian mondial. Pemda-pemda di kawasan Asia-Pasifik tidak sekadar menoleh ke Surabaya, mereka menatap tajam penuh harap dengan oleh-oleh the best practices pertemuan.

UCLG Aspac terpotret sebagai wahana konkretisasi gagasan yang solutif bagi problema kewilayahan masing-masing kota para delegasi.

Ragam isu diunggah untuk meneguhkan komitmen pemda-pemda terhadap lingkungan hingga finansial. Mengikuti bahasa New York City Department of Design + Construction (2007-2030), para partisipan sedang mempersiapkan excellence program tata kawasan kota hari esok.

Sebagai warga Surabaya tentu jiwa saya membuncah bunga atas posisi penting metropolitan ini di panggung global, apalagi Presidennya dari penggede Kota Pahlawan.

Apa yang terkisahkan dari UCLG Aspac mengingatkan kembali memori pelaksanaan The Third Session of The Preparatory Committee for United Nations Habibat (Prepcom-3 UN Habitat III), 25-27 Juli 2016.

Khalayak ramai menyambut dengan penuh antusias menyuarakan aura perkotaanyang selama ini dikonstruksi.

Momen UCLG Aspacpada tataran perkotaan sejatinya memparadekan posisi supremasi ekologis Surabaya yang acapkali menerima penghargaan nasional Nirwasita Tantra Award.

UCLG Aspac laksana jangkar legitimasi pembangunan Surabaya yang berbasis sustainable development. Nilai-nilai keseimbangan sosial-ekonomi-ekologi diwujudkan dengan menyihir” zona kota sebagai tempat berkonvergensinya segenap kepentingan sebagaimana dituangkan dalam agenda SDGs (Sustainable Development Goals).

Di Surabaya, 70-75% warganya memiliki akses air bersih, 15% bahkan sangat bersih, meski sekitar 5-15% secara akumulatif ada yang belum menikmatinya. Ini tentu menjadi ingatan Presiden UCLG Aspac agar semua warga mendapatkan haknya.

Suasana kebatinan warga Kota Surabaya dalam menyambut UCLG Aspac sangat bervariasi dengan beragam kegiatan, bahkan terawang komunitasnya dapat berkelana menelusuri pesona kanal-kanal di Belanda, Inggris maupun Sungai Seine di Paris.

Melihat lampion yang saat ini bergelantungan di Kalimas, imaji pengunjungnya (meski tanpa lampion) bergerak ke sepanjang aliran Sungai Seine di Paris.

Di rute ekologis Sungai Seine berjajar sekitar 38 tempat wisata yang dapat dinikmati para pelancong. Pancaran pesona kota Paris terbangun dari bentuk integralistik jalan” dan sungai” yang didesain nyawiji (menyatu).

Surabaya memiliki pesona itu melalui Kalimas, bahkan Kali Surabaya di arah Barat. Kalimas secara organis berkelok jenial dan kekayaan naturalis yang abadi. Situs geografis-ekologis Kalimas memiliki padanan potensial dengan rute alur Sungai Seine di Paris.

Kalimas adalah air susu peradaban yang dapat menyejahterakan warga Kota Surabaya. Ke depan patut dipikirkan agar areal Jembatan Wonokromo diposisikan sebagai stasiun induk, transportasi perairan yang disebar ke Kali Surabaya dan Kalimas.

Para penikmat Kalimas yang mengambil start di Wonokromo akan meluncur menelusuri kawasan Ngagel dan dibangunlah zona transit di Gubeng Pojok.

Di kawasan ini para pengguna 'bemo air' sudah dapat menyaksikan situasi nyata kehidupan Dinoyo, Kayun dan berujung di serambi Gedung Negara Grahadi maupun Balai Kota. Perjalanan dapat dilanjutkan dengan menapaki Ketabang Kali, Genteng sampai di Semut.

Penelusuran heroik dilakukan dengan menjelajahi jazirah Jembatan Merah yang secara historis paling fenomenal bagi arek-arek Suroboyo. Napak tilas dapat dilanjutkan sampai berakhir di kawasan Tanjung Perak. Begitu sebaliknya.

Ibu Presiden, akankah berpaling ke Sungai, atau terus merindu Trem yang mengingatkan era kolonialis itu? [...

Penulis adalah Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
Â