PDIP Tak Ingin Usung Walikota Surabaya Seperti Risma

Idealnya calon wali kota (Cawali) Surabaya yang dimunculkan harus bisa menjalin komunikasi dengan partai. Dalam hal ini PDI Perjuangan.


Saat ditanya adakah sosok alternatif dari luar partai yang punya karakter seperti Tri Rismaharini (Risma), Sukadar enggan berandai-andai.

Sukadar hanya menyebut, selama ini komunikasi antara partai dengan Risma tidak terjalin intens meski yang bersangkutan diusung dari PDIP selama dua periode.

"Dalam politik tidak ada kata berandai-andai. Sepuluh tahun di dalam pemerintahan Bu Risma ini, komunikasi dengan partai biasa-biasa saja. Nah, seluruh partai politik pasti punya kepentingan sendiri- sendiri. Gol terakhir memang untuk kepentingan rakyat. Tapi, di samping itu partai politik juga punya kepentingan untuk membesarkan partai," tegas Sukadar.

Persoalannya, lanjut Sukadar, selama ini komunikasi antara eksekutif dengan partai banyak yang 'putus'.

Harapannya, jika dari kader partai, tentu akan tahu bagaimana visi misi partai dan arah perjuangan partai. Berbeda dengan Risma yang bukan dari kader partai.

Ditambahkannya, bukan berarti membandingkan porsi antara kepentingan rakyat dengan kepentingan partai.

"Arahnya bukan di situ. Partai juga pro kesejahteraan rakyat. PDI Perjuangan juga bagian dari warga kota Surabaya," imbuhnya.

Harapan partai, seru Sukadar, tokoh yang diusung nantinya berkomitmen untuk berkomunikasi dengan partai (PDI Perjuangan) sebelum mengambil langkah atau kebijakan.

Sukadar mencontohkan kasus Pedagang Kaki Lima (PKL), kemudian soal kesenian dan budaya yang langsung ditangani Risma, selama ini tidak ada komunikasi dengan partai.

"Penataan PKL misalnya, sebelum digusur harusnya ada tempat untuk relokasi lebih dulu. Ada solusi dulu. Kemudian di bidang olahraga, Persebaya itu kan kebanggaan warga kota Surabaya. Mess kan diambil pemkot. Padahal itu kebanggaan warga kota, akhirnya Persebaya kesulitan cari tempat, tidak bisa di follow up," urainya.

Sukadar juga mencontohkan kasus yang dialami seniman di Taman Hiburan Rakyat yang ditutup. Banyak seniman dan budayawan yang mengeluh.

"Belajar dari itulah, kami bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya opini yang dibangun pemerintah kota terkait keberhasilannya tidak sebanding dengan di lapangan," tutupnya.[aji