Kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan ditentukan oleh partai pemenang Pemilu. Hal itu terjadi sejak jaman reformasi tahun 1998. Terkadang, partai bukan pemenang Pemilu bisa menempatkan kadernya di kursi MPR.
- Tambang Wadas Belum Kantongi IUP, ProDEM: Perusahaan yang Dapat IPL dari Ganjar Itu Punya Siapa?
- Soal Anggaran Kemenhan, Prabowo: PDIP dan Semua Partai Mendukung
- PBNU Undang Pemuka Agama Yahudi, KH Lutfhi Basori: Jangan Ajari Umat Islam Mencintai Kekafiran
Contohnya di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Posisi Ketua MPR diberikan kepada partai yang kalah yakni PDI-Perjuangan. Begitupun di era Jokowi, kursi MPR diberikan kepada Partai Amanat Nasional.
"Bila Gerindra jadi (Ketua) MPR, itu lebih elegan," ujar Pengamat Politik, Prof Dr Siti Zuhro saat menjadi narasumber di acara 'Utak-atik Manuver Politik', Sabtu (27/7).
Saat ini semua partai sedang berusaha, tetapi masyarakat terlalu cepat menyimpulkan. Misalnya saat publik menerjemahkan kalau pertemuan Prabowo dengan Jokowi dan Megawati kemarin diartikan sebagai keinginan untuk bergabung.
"Pandangan saya, Jokowi akan membuat kabinet ahli. Bukan karena sosok, tapi kapasitasnya. Begitupun di parlemen. Para elite itu melihat dengan visioner. Sekarang mulai berpikir bagaimana kita mereview konstitusi kita dan tidak dengan sumbu pendek," paparnya.
"Aturan mainnya sudah ada. Bagaimana di MPR pun begitu," tutup Siti.[bdp
- Prabowo: Kekuasaan Ada di Setiap Warga Negara
- Sekjen PDIP Tegaskan Keputusan Jokowi Tambah Kursi Wamen Bukan Bagi-bagi Jabatan
- Demokrat: Omongan Moeldoko Ngelantur dan Ngawur