Jangan Asal Bilang Defisit- BPJS Kesehatan Harus Diaudit

Kenaikan iuran baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga dua kali lipat, dianggap memberatkan bagi masyarakat.


Menurut Tejo, tidak seharusnya pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah banyaknya PHK.

"Yang namanya jaminan kesehatan karyawan ditanggung oleh perusahaan. Tapi sekarang kan banyak efesiensi karyawan (PHK), maka jaminan kesehatan ditanggung pribadi atau mandiri. Ini tidak tepat,” imbuhnya.

Tejo meminta pemerintah tidak hanya asal bicara soal defisit BPJS Kesehatan. Menurutnya, masyarakat harus tahu apakah BPJS Kesehatan benar-benar defisit ataukah itu hanya klaim sepihak.

"Solusinya BPJS diaudit total. Dirutnya diganti baru. Agar ada inovasi dan terobosan baru. Perbaiki sistemnya dengan cerdas agar tidak memberatkan masyarakat," urainya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah bakal menetapkan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Kenaikan ini berlaku untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBU) atau peserta mandiri. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan iuran mencapai dua kali lipat.

Untuk peserta kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Kemudian untuk peserta JKN kelas II besaran iurannya jadi Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan sebesar Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan per peserta.[aji]