GMNI: Agama Bukan Musuh Pancasila

Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) tidak setuju dengan pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi yang menyatakan bahwa agama adalah musuh Pancasila.


Seperti dikutip dari Kantor Berita RMOL.ID, menurut Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino dalam filosofi Ketuhanan Yang Maha Esa yang diungkapkan Bung Karno tidak menjadikan agama sebagai musuh. Justru filosofi Ketuhanan Yang Maha Esa digali dari bumi masyarakat Indonesia memuat pengakuan terhadap keragaman keyakinan, kepercayaan dan keimanan terhadap agama.

"Dalam Pidato-pidato Bung Karno sebagai penggali Pancasila tidak ada frase yang mengatakan agama sebagai musuh. Justru filosofi Ketuhanan Yang Maha Esa hidup dalam masyarakat Indonesia yang punya keragaman keyakinan dan keimanan terhadap agama," tutur Arjuna (12/02).

Arjuna menambahkan, pernyataan Kepala BPIP ini menurutnya bisa mendistorsi pemahaman terhadap Pancasila. Menurut Arjuna, jika membaca pernyataan tersebut, Kepala BPIP tidak bisa membedakan antara agama dan "egoisme agama". "Kalau dibaca dari pernyataanya, mungkin maksudnya adalah egoisme agama, sikap memaksakan kehendak terhadap satu penafsiran agama. Bukan agama itu sendiri.

Harus dibedakan secara ketat dong. Jika tidak, bisa bias dan distorsi terhadap Pancasila," tambah Arjuna Egoisme agama menurut Arjuna bukanlah agama. Melainkan penafsiran subjektif seseorang terhadap ajaran agama yang dipengaruhi oleh keberadaan sosial dan kepentingannya yang mempengaruhi corak berpikirnya.

"Jika egoisme agama itu berbasis penafsiran subjektif yang berangkat dari latar sosial historis dan kepentingan yang mempengaruhi corak berpikir si penafsir. Maka penafsiran terhadap sebuah ajaran bisa bermacam-macam, ada yang konservatif, moderat dan progresif," jelas

Arjuna GMNI meminta Kepala BPIP agar tidak memberi penjelasan tentang Pancasila sepotong-sepotong. Namun dengan forum yang lebih ilmiah dan inklusif.

"Kepala BPIP jangan terbiasa membahas Pancasila sepotong-sepotong seperti ini. Bisa terjadi simplifikasi terhadap Pancasila. Dibuka forum yang lebih ilmiah dan inklusif, sehingga bisa menghasilkan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena Pancasila dihasilkan oleh pergulatan pemikiran.