“Tarung Bebas” Pasca Bupati Saiful Ilah

AGENDA Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) segera digelar secara serentak pada 23 September 2020 mendatang. Pilkada Serentak jilid empat yang diperkirakan menghabiskan anggaran lebih dari Rp 15 triliun ini akan dihelat di 270 daerah.


Dari 19 Pilkada di Jawa Timur, hanya tiga daerah yang mempertarungkan kandidat petahana (incumbent).

Sebanyak 16 daerah bakal jadi ajang “tarung bebas”. Salah satu yang menarik untuk disimak di Kabupaten Sidoarjo.

Pasca Bupati Saiful Ilah dicokok KPK, peta kekuatan politik Pilkada di Kota Udang ini berubah drastis. Bupati dua periode itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena menerima uang suap proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Sidoarjo.

Kini, kompetisinya seketika menjadi sengit.

Sebelum Saiful Ilah diciduk, dinamika pergerakan politik Pilkada di Sidoarjo hampir pasti bisa ditebak. Peta kekuatan masing-masing kandidat lebih mudah diprediksi.

Sosok Ahmad Amir Aslichin dipastikan paling kuat untuk memenangi pertarungan. Alasannya sederhana. Anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 yang akrab dipanggil Mas Iin ini adalah anak Saiful Ilah.

Saiful Ilah menjabat di Kabupaten Sidoarjo hampir empat periode. Dua periode (2000-2005 dan 2005-2010) sebagai Wakil Bupati, dua periode selanjutnya (2010-2015 dan 2015-2020) terpilih sebagai Bupati.

Sebagai tokoh yang berkuasa di Sidoarjo selama hampir 20 tahun, Saiful Ilah yang dikenal dengan sebutan Abah Ipul tentu punya kekuatan besar di berbagai lini untuk menggerakkan mesin politik. Setidaknya ada enam kekuatan yang bisa dikerahkan untuk memenangkan anaknya.

Pertama, mesin birokrasi. Sebagai pengendali pemerintahan, hampir semua pejabat daerah di lingkungan Pemkab Sidoarjo adalah orang-orang pilihan Saiful Ilah. Tak terkecuali jaringan di tingkat Kepala Desa. Kendati rentan melanggar, namun peran sumber daya daerah ini faktanya kerap kali efektif dalam pemenangan Pilkada.

Kedua, mesin partai. Saiful Ilah menduduki posisi sebagai Ketua DPC PKB Sidoarjo sejak 2002. PKB menang di gelaran Pemilu 2014-2019 sehingga selalu punya suara dominan di lembaga legislatif.

Posisi strategis ini menjadi modal penting Saiful Ilah untuk melancarkan agenda politiknya. Jika rekomendasi PKB jatuh pada Achmad Amir Aslichin, bisa dipastikan mesin partai akan dimanfaatkan secara optimal.

Ketiga, kedekatan dengan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Saiful Ilah dikenal dekat dengan tokoh-tokoh NU maupun kiai-kiai kampung. Kedekatan ini tentunya berpengaruh besar pada warga Sidoarjo yang mayoritas NU dalam menentukan arah pilihan saat gelaran Pilkada dilangsungkan.

Keempat, jaringan organisasi kemasyarakatan (ormas). Jaringan ormas yang pernah dirajut Saiful Ilah bisa menjadi mesin politik kuat untuk mem-back up strategi kampanye Achmad Amir Aslichin.

Dukungan GP Ansor pada Pilkada Sidaorjo 2015 adalah buktinya. Keterlibatan badan otonom (banom) NU berbasis kepemudaan ini telah teruji dalam memobilisasi massa.

Pasangan Saiful Ilah-Nur Ahmad Syaifuddin menang mutlak menumbangkan tiga pesangan pesaingnya dengan perolehan 423.099 suara, atau sebesar 58,94 persen. Pencapaian ini bisa saja terulang. Apalagi Saiful Ilah sudah masuk di berbagai struktur ormas lintas bidang. Alumnus Sarjana Fakultas Hukum Universitas Merdeka Surabaya ini tercatat aktif di berbagai organisasi mulai bidang sosial, pendidikan, olahraga, lingkungan hidup, hingga urusan narkotika.

Kelima, kekuatan media massa. Dengan disokong modal sosial dan finansial kuat, Saiful Ilah punya pengaruh besar untuk mengendalikan aktor-aktor utama media massa. Media massa bisa “diremot” menjadi alat politik untuk mendesain isu, membentuk citra, dan menciptakan opini.

Tujuannya jelas. Yakni mendongrak popularitas sekaligus elektabiltas anaknya sehingga mampu mempengaruhi sikap masyarakat dalam menentukan pilihan. Sementara untuk kalangan millenial, diberondong dengan serbuan udara pasukan cyber lewat media sosial.

Keenam, warisan tim sukses. Kemenangan PKB dan kepemimpinan Saiful Ilah di Sidoarjo tak lepas dari peran tim sukses. Keberhasilan dalam mempertahankan tampuk kekuasaan selama 20 tahun menunjukkan soliditas barisan tim yang direkrutnya.

Membuktikan strategi gerakannya terencana dan terorganisir sehingga mampu “mengakali” alur dan tahapan kampanye yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Keberadaan tim sukses ini bakal diposisikan sebagai garda terdepan. Baik untuk membentengi serangan lawan, maupun memuluskan langkah Ahmad Amir Aslichin menduduki kursi bupati.

Dengan sejumlah kelebihan itu semua, peluang Ahmad Amir Aslichin untuk bisa memenangi laga Pilkada tentunya terbuka lebar.

Hanya saja fakta berkata lain. Hukum “karma” justru berbicara. Bupati Saiful Ilah kini tertangkap KPK.

Pondasi dinasti politik yang baru saja dipancang pun seakan runtuh.

Rekomendasi PKB belum tentu jatuh pada Achmad Amir Aslichin. Peta politik di Sidoarjo seketika langsung mencair.

Tak sedikit para pengamat menilai penangkapan Saiful Ilah bakal men-downgrade pencalonan Ahmad Amir Aslichin. Padahal politisi muda yang karir politiknya dianggap belum terlalu istimewa ini merupakan salah satu calon kandidat terkuat yang dijagokan PKB di perhelatan Pilkada Sidoarjo 2020.

Hal ini pernah diutarakan jauh sebelumnya oleh Saiful Ilah saat membuka acara Bimtek Insan Pers Sidoarjo di Tanjung Plaza Hotel di Pasuruan, September tahun lalu. Bahkan, Saiful Ilah seakan sudah menabuh genderang ketika dirinya menyatakan secara terang-terangan bakal all out untuk “menyerahkan” tahta kekuasaan kepada putra mahkotannya itu.

PKB sendiri mengklaim tidak terganggu dengan penangkapan Bupati Saiful Illah. Meski tergoncang, partai besutan Almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini ditegaskan tetap solid.

Kasus korupsi yang melilit Saiful Ilah diyakini tidak terlalu merubah kepercayaan masyarakat. Kendati demikian, bisa dipastikan ekses yang ditimbulkan bakal dimanfaatkan banyak pihak. Baik di internal PKB maupun kandidat partai lainnya. Dan jika rekomendasi PKB dipaksakan jatuh Ahmad Amir Aslichin, maka ketokohan Saiful Ilah bisa menggerus elektabiltas “sang penerus."

Berpijak pada peningkatan perolehan jumlah suara dan kursi, PKB boleh saja masih percaya diri. Namun dalam situasi seperti ini, yang patut diingat ialah stigma dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja KPK masih lebih tinggi.

KPK dianggap hampir tak pernah salah setiap menangani kasus korupsi. Terlebih Bupati Saiful Illah yang dikenal sebagai kader PKB sejati ini terperangkap OTT. Sedikit banyak pasti akan sangat berpengaruh pada psikologis masyarakat di Sidoarjo.

Di sisi lain, PKB mungkin beranggapan jika karakter pemilih tradisional di wilayah berpenduduk lebih dari dua juta jiwa ini masih kuat.

Atau berkaca pada hasil Pilkada di Tulungagung pada 2018 lalu, di mana saat itu Syahri Mulyo bisa tetap menang meski bersatus tersangka korupsi pada saat akan Pilkada digelar. Tetapi jika PKB tidak segera cepat melakukan manuver politik untuk merehabilitasi kepercayaan publik, bukan tidak mungkin peta dukungan akan bergeser.

Apalagi jika PKB sampai tidak tepat dalam mengambil keputusan rekomendasi partai. Bukan hanya suara berkurang atau peta dukungan terbelah. Tapi bangunan politik yang terbangun kokoh berpotensi ambyar.

Agus A Wicaksono

Pemerhati politik