Buktikan Juru Sita Salah Eksekusi Objek Tanah, Hakim Gelar Sidang PS

Untuk menjawab dalil adanya kesalahan eksekusi oleh Juru Sita, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) di Jalan Jemur Sari Selatan V Nomor 15 dan 15 A Surabaya.


"Tujuannya membuat terang, supaya jelas batas-batasnya. Majelis juga ingin melihat secara defacto apakah bukti-bukti yang dipegang para pihak sudah sesuai dengan fakta dilapangan. Termasuk soal penguasaan fisik dan yuridisnya. Sebab dalil pemohon PS kan salah eksekusi," terang hakim PN Surabaya Maxi Sigarlaki dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat dikonfirmasi wartawan dilokasi sidang PS Selasa (18/2).

Dari pantauan saat sidang PS, sempat terjadi perbedaan pendapat antara hakim dengan pihak termohon yakni Pintardjo Soeltan Sepoetro dan penasehat hukumnya Sunarno Edi Wibowo.

Menurut hakim Maxi, obyek tanah sertifikat No 1756/1858 yang dimohonkan PS tersebut menang ditingkat PTUN Surabaya. Sebaliknya dari pihak termohon PS bersikukuh bahwa obyek tanah sertifikat No 1756/1758 sudah kalah di tingkat banding, kasasi maupun Mahkamah Agung.

"Ingat, didalam pembuktian, putusan Pengadilan Negeri Surabaya didalam pertimbangannya tidak ada putusan pengadilan tinggi TUN, putusan MA TUN dan PK TUN," jelas Maxi pada termohon yang disaksikan tiga orang petugas BPN Surabaya.

Dalam sidang, hakim juga sempat meminta BPN untuk mencocokan antara buku tanah sertifikat No. 53/150 dengan sertifikat No 1756/1758, namun permintaan pencocokan tersebut diabaikan oleh BPN, sebab dalam buku tanah BPN, untuk sertifikat 1756/1758 sudah ada SK pembatalannya.

"Kalau data kita yang 150 sama 53 ada. Sedangkan yang 1756/1758 belum diketemukan. Nanti di kantor saja biar jelas," jawab petugas BPN Surabaya.

Debat kusir kembali terjadi antara pemohon PS dan termohon PS saat petugas BPN diminta untuk melakukan pengukuran tanah. Pasalnya, pihak pemohon PS menemukan fakta bahwa luas tanah sertifikat 150/53 tersebut luasnya sekitar 2000an meter persegi.

"Ayo kita ukur tanah yang kalian klaim ini luasnya 2000an," pinta Tugianto Lauw, Penasehat hukum pemohon PS.

Namun debat kusir tersebut berhasil diredam oleh hakim dan meminta para pihak untuk melihat alat bukti dalam buku tanah.

"Nanti kita lihat bukti saja, dalam buku tanah nanti akan terlihat jelas batas-batasnya. Sertifikat semua ada. Didalam buku tanah juga ada riwayat sertifikat. Semuanya jelas ada," kata Maxi saat meredam debat kusir tersebut.

Diakhir sidang PS, hakim Maxi memberikan waktu penundaan sidang sampai 3 Maret 2019 dengan agenda memberikan kesempatan pada masing-masing pihak untuk mengajukan tambahan bukti, sekaligus menyampaikan kesimpulannya.

Usai sidang PS, Sunarno Edi Wibowo selaku kuasa hukum termohon PS enggan berkomentar saat dikonfirmasi terkait objek sengketa antara kliennya dengan pemohon.

"Kalau saya pasif saja, nanti akan kita jawab semuanya di kesimpulan," singkatnya.

Sementara penasehat hukum pemohon PS, Tugianto Lauw menegaskan bahwa PS itu diperlukan karena Sertifikat No. 53 dan No 150 sebetulnya luasnya hanya 1.243 meter persegi, tapi yang dieksekusi oleh PN Surabaya waktu itu luasnya 2.283 meterpersegi.

"Jadi ada kelebihan. Makanya harus dilakukan pengembalian batas-batas letak persilnya seperti semula,” ujar Tugianto Lauw, dilokasi PS.

Ditegaskan Tugianto, sengketa antara Sertifikat No. 53/150 dengan Sertifikat No. 1756/1758 haruslah ada kejelasan. Sebab dasar pembelian Kliennya untuk Sertifikat No. 1756/1758 didapat dari pembeli awal dari Sertifikat induk No. 44.

"Sedangkan untuk sertifikat Pintardjo yakni No. 53/150 dasar pembeliannya dari orang lain dan bukan dari Sertifikat Induk No. 44," pungkasnya.