Cukai Minuman Berpemanis, Antara Pajak dan Kesehatan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengusulkan pemberlakuan cukai untuk minuman berpemanis.


Minuman yang akan dikenakan cukai adalah minuman siap konsumsi dan konsentrat yang dijual eceran, termasuk kemasaan kopi susu.

Alasan Menkeu, cukai tersebut semata-mata diusulkan atas dasar kesehatan. Khususnya, penyakit diabetes yang erat kaitannya dengan pemanis atau gula.

Dasar kesehatan tersebut diakui merujuk pada data tahun 2007 yang ia pegang, di mana jumlah penderita diabetes masyarakat usia 15 ke atas mencapai 1,1 persen penduduk Indonesia.

Jumlah tersebut, jelas Sri, meningkat sebanyak 2 persen di tahun 2018. Hal itu berpengaruh pada pembiayaan BPJS Kesehatan untuk perawatan pasien diabetes.

Menyikapi hal tersebut, pakar ekonomi CORE, Piter Abdullah menyampaikan, rencana tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.

“Kebijakan menaikkan cukai minuman menurut daya tidak tepat waktu dan berdampak negatif terhadap inflasi, menggerus daya beli. Ujungnya konsumsi dan pertumbuhan ekonomi bisa semakin tertekan,” ujar Piter dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (20/2).

Selain itu, kata Piter, langkah menaikkan cukai minuman berpemanis patut diduga sebagai cara untuk mengantisipasi tidak tercapainya penerimaan pajak.

“Kebijakan ini saya kira untuk mengantisipasi tidak tercapainya penerimaan pajak. Sehingga pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan cukai. Padahal tujuan dari cukai adalah pengendalian bukan penerimaan,” tandasnya.

Sementara Pakar ekonomi, Dradjad Wibowo menyampaikan, Sri Mulyani adalah anggota Gugus Tugas Kebijakan Fiskal Bagi Kesehatan atau The Task Force On Fiscal Policy For Health dari Bloomberg Philanthropies (BP).

BP adalah yayasan sosialnya Michael R. Bloomberg, salah satu orang terkaya AS yang sekarang maju sebagai salah satu kandidat Capres dari Partai Demokrat dalam Pilpres 2020.

Selama Agustus 2016-November 2019, Bloomberg ditunjuk sebagai Duta Global WHO untuk penyakit tidak menular (PTM) dan cidera.

Kategori PTM diantaranya penyakit diabetes, kardiovaskular (jantung), kanker dan pernafasan kronis.

Dalam tugasnya sebagai duta global WHO ini, Bloomberg melalui BP membentuk Gugus Tugas.

Dia menjadi Ketua bersama dengan Lawrence H. Summers yang pernah menjadi Menkeu AS dan Kepala Ekonomi Bank Dunia. Pada April 2019 Gugus Tugas tersebut menerbitkan laporan “Health Taxes To Save Lives”.

Laporan ini mengklaim, 50 juta kematian dini dapat dicegah jika pajak, cukai atau pungutan terhadap rokok, alkohol dan minuman bergula (pemanis) dinaikkan sehingga harga mereka naik 50 persen selama 50 tahun ke depan.

Dalam penilaian Dradjad, rencana Sri Mulyani bisa jadi sebagai implementasi dari program Gugus Tugas BP tersebut.

“Menkeu Sri Mulyani sudah menaikkan cukai rokok. Sekarang dia juga akan menaikan cukai bagi pemanis / minuman bergula. Jadi jelas terlihat bahwa Menkeu melaksanakan kesimpulan dari laporan Gugus Tugas di atas,” ujar Dradjad dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (20/2).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mendukung penuh pemerintah atas kebijakan tersebut selama mampu mengedepankan kesehatan masyarakat.

“Secara moral saya mendukung inisiatif bagi kesehatan masyarakat yang dilakukan Bloomberg. Apalagi studi S2 saya itu mengambil spesialisasi ekonomi kesehatan, di mana saya mengambil kasus pencegahan penyakit menular,” tandasnya.