Begini Reaksi Bos Media Tatang Istiawan Usai Divonis Bebas

Usai divonis bebas dari kasus korupsi pengadaan mesin percetakan yang bersumber dari dana APBD Pemkab Trenggalek tahun 2007, Bos Media Tatang Istiawan langsung sujud syukur di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan.


"Ini putusan yang adil yang memenuni aspirasi para pencari keadilan, siapapun," katanya dikutip Kantor Berita RMOLJatim pada wartawan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (16/3).

Menurutnya, ia tidak pernah mempengaruhi mantan Bupati Trenggalek Suharto dalam kasus korupsi tersebut. Sebab, dirinya hanyalah pihak swasta. 

"Saya ini murni swasta. Mana mungkin saya bisa mempengaruhi. Kan semua diatur diperjanjian. Dan itu diatur dalam perselisihan itu. Jadi perbuatannya terbukti tapi bukan merupakan perkara pidana," ujarnya.

Sebagai wartawan senior yang paham hukum, Tatang mengaku kaget dan protes dengan kasus hukum yang dijeratkan padanya. 

"Eksepsi saya ini kan sama dengan pembelaan saya. Saya ini business to business. Saya ini orang swasta. Saya ini wartawan yang ngerti hukum. Jadi kalau saya business to busines terus dipelesetkan ke sana kan saya protes," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Tatang Istiawan dituntut Kejari Trenggalek dengan hukuman 10 Tahun Penjara denda Rp 750 juta subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 7,1 milliar.

Namun oleh majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, Tatang dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi meski perbuatannya dianggap melawan hukum.

Anehnya,, majelis hakim justru menyatakan eks Bupati Trenggalek Suharto terbukti bersalah meski tidak menikmati hasil dari korupsi pengadaan mesin percetakan tersebut. 

Dalam kasus ini, Suharto divonis hukuman tahun dan 6 bulan, denda Rp 200 juta subsider 1 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Kejari Trenggalek yang meminta Suharto dihukum 8,5 tahun penjara denda Rp 500 juta, subsider 4 bulan. 

Diketahui, Kasus ini bermula saat Soeharto yang kala itu menjabat Bupati Trenggalek melakukan kerjasama dengan Tatang Istiawan mendirikan sebuah perusahaan percetakan dibawah naungan PDAU Aneka Usaha yang diberi nama PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS). 

Dalam kerjasama tersebut disepakati pembelian mesin percetakan merk Heindelberg Speed Master 102 V tahun 1994 seharga Rp  7,3 miliar yang bersumber dari dana penyertaan modal PD Aneka Usaha sebesar Rp 10,8 miliar. 

Namun ternyata mesin percetakan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi. Mesin tersebut dalam keadaan rekondisi alias rusak.

Selain mesin dalam keadaan rusak, Tatang Istiawan selaku direktur PT BGS diketahui juga tidak menyetorkan modal awal sebesar Rp 7,1 milliar sebagaimana dalam perjanjian kerjasama yang telah dibuat.