Studi London Sebut Hanya Dua Persen Kasus Corona Dilaporkan di Indonesia

Kasus virus corona baru atau Covid-19 yang dikonfirmasi di Indonesia hanya dua persen saja. Demikian hasil studi dari Centre for Mathematical Modelling of Infectious Disease yang berbasis di London.


Menurut suatu model matematika, tidak mungkin bagi Indonesia memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi dengan jumlah kasus yang relatif rendah.

Pada Rabu (25/3), Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus corona di Indonesia mencapai 790 orang dengan 58 orang meninggal dunia.

Angka kematian tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang terlebih dulu terinfeksi.

Sebuah studi yang dimuat oleh Reuters mengungkapkan, kasus corona di Indonesia mencapai 34.300, melebihi Iran.

Sementara model studi lainnya mengungkapkan, terburuk, pada akhir April, sebanyak lima juta jiwa di Jakarta akan terinfeksi virus corona.

"Kami telah kehilangan kendali, itu telah menyebar di mana-mana," ujar seorang Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Ascobat Gani.

“Mungkin kita akan mengikuti Wuhan atau Italia. Saya pikir kits berada dalam kisaran itu," lanjutnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.

Prediksi tersebut dimungkinan dengan faktor sistem kesehatan Indonesia yang sangat buruk jika dibandingkan dengan negara lain, termasuk Italia yang menjadi pusat penyebaran virus corona di Eropa.

Dengan status negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, menurut data Kemenkes, Indonesia hanya memiliki 321.544 tempat tidur rumah sakit. Itu artinya hanya ada 12 tempat tidur untuk 10.000 orang.

Sementara untuk Korea Selatan, menurut WHO, memiliki 115 tempat tidur untuk 10.00 orang.

Pada 2017, WHO juga melaporkan, Indonesia hanya memiliki 4 dokter untuk 10.000 orang. Sementara Italia memiliki 10 kali lebih banyak dan Korea Selatan memiliki 6 kali lebih banyak.

Kendati begitu, Jurubicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, jika langkah-langkah social distancing dilakukan secara tepat, maka seharusnya tidak ada kebutuhan sebanyak itu untuk mengatasi virus.

Namun yang terjadi di lapangan, masih banyak warga Indonesia yang tidak mengindahkan aturan tersebut.