Sebut Yang Miskin Harus Melindungi Yang Kaya Agar Tidak Menularkan Penyakit, Jubir Covid-19 Kurang Bijak

Jurubicara untuk Covid-19, Achmad Yurianto membuat pernyataan heboh saat memberi pesan pada masyarakat untuk menjaga jarak di saat pandemi virus corona baru atau Covid-19.


Yurianto menyebut yang miskin harus melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya.

“Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar, dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya. Ini menjadi kerjasama yang penting,” terang Yurianto pada Jumat (27/3) kemarin.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, seorang jubir akan kurang produktif melaksanakan tugas jika tidak ditempatkan pada posisi yang tidak linear dengan kompetensinya.

"Satu penggalan isi pesan jubir penanganan Covid-19, Achmad Yurianto (AY), menimbulkan sejumlah pandangan keberpihakan kepada sekelompok masyarakat yang berada pada status sosial belum beruntung secara ekonomi," ucap pakar komunikasi politik itu dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/3).

Dari aspek ilmu komunikasi, Emrus menilai penyampaian penggalangan isi pesan tersebut ke ruang publik, Yurianto terlihat belum cukup waktu mempertimbangkan aspek aksiologi. Hal itu pun dimaklumi lantaran Yurianto memikul beban tugas yang sangat luar biasa dan kompleks.

Selain jadi jubir, Yurianto juga merangkap sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kemenkes.

Selain itu, Emrus pun menilai apa yang disampaikan oleh Yurianto bertujuan ingin menyampaikan makna agar tumbuh kebersamaan, gotong royong, serta saling membantu menghalau penyebaran dan menangani dampak Covid-19 di tengah masyarakat. Sehingga, Yurianto dianggap kurang menyadari muncul kalimat yang membuat heboh di tengah masyarakat.

"Memang bila hanya penggalan pesan yang dimaknai, maka seolah kelompok masyarakat tertentu diposisikan sebagai yang menularkan penyakit. Ketika mengatakan itu, AY (Achmad Yurianto) telah masuk rana interaksi sosial yang bukan bidang utamanya. Sebab, konsep interaksi sosial ada dalam kajian sosiologi dan ilmu komunikasi," terang Emrus.

Sehingga, apa yang disampaikan Yurianto, menurut Emrus, kurang tepat dan kurang bijak di saat kondisi masyarakat tengah dibayang-bayangi dengan penyebaran Covid-19.

"Tampak kurang tepat, karena penyebaran Covid-19 bisa dari siapa kepada siapa, yang sama sekali tidak mengenal kelas sosial ekonomi. Selain itu, virus ini tidak memiliki pikiran dan perasaan, sehingga tidak bisa memilih siapa yang menjadi korbannya," kata Emrus.

"Boleh jadi kurang bijak. Pesan ini memposisikan adanya relasi sosial yang kurang setara. Yang satu berada superior, yang lain inferior. Dikotomi semacam itu tidak begitu linear dengan tatanan negara demokrasi, seperti di Indonesia," sambungnya.

Dengan demikian, Emrus menyarankan agar Yurianto untuk tetap menyampaikan sesuai kompetensi yang dimilikinya tanpa menyampaikan yang bukan keahlian yang dimiliki.

Hal-hal yang menyangkut soal kebijakan, aspek sosial dan lainnya dapat diserahkan kepada yang ahlinya atau diadakan Jubir khusus hal tersebut.

"Ketika menyangkut teknis dan akademik terkait dengan Covid-19, misalnya, AY yang menjelaskan. Murni dari aspek keilmuan. Di luar itu, yang sifatnya makro, kebijakan, dan aspek sosial lainnya, maka jubir yang berlatar belakang ilmu komunikasi menyampaikannya," demikian Emrus.