Darurat Virus Corona, Polisi Bubarkan Demo Ratusan Buruh Wanita Sidoarjo

Ditengah pandemi virus Corona, ratusan karyawan PT Hair Star Indonesia (HSI), melakukan turun ke jalan di depan perusahaan di Jalan Raya Sedati 37 Desa Wedi Kec. Gedangan Rabu (1/4/2020).


Aksi turun jalan yang dilakukan oleh sebanyak 329 karyawan ini menghadang akses masuk perusahaan. Aksi ini dipicu kebijakan perusahaan yang melakukan PHK sepihak.Aksi demo ratusan buruh wanita sebuah perusahaan pabrik rambut palsu di kawasan Desa Wedi, Gedangan, akhirnya berhasil dibubarkan jajaran Polresta Sidoarjo.

Aksi demo menuntut pembayaran upah penuh akibat dampak terjadinya pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan pihak perusahaan, akhirnya bisa dibubarkan. Aksi bisa dibubarkan setelah polisi melakukan negosiasi dengan perwakilan buruh agar tidak melakukan aksi saat kondisi darurat virus corona.

Melalui proses negosiasi yang dipimpin langsung Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Sumardji, polisi meminta peserta aksi demo untuk pulang dan balik ke rumahnya masing-masing, karena kondisi lingkungan yang kurang memungkinkan.Polisi meminta peserta  aksi demo buruh yang sebagian besar wanita ini untuk bisa menjaga kesehatan agar tidak terjangkit virus Covid-19, dengan tidak melakukan aksi demo massa di tempat umum.

“Situasi ini tidak memungkinkan untuk dilakukan unjukrasa. Dengan cara pendekatan kekeluargaan, aksi demo sebanyak 329 buruh wanita ini akhirnya bisa dibubarkan,” kata

Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Sumardji. Para karyawan yang tidak setuju dengan penawaran UMK perusahaan di tahun 2020 senilai Rp 3.570.000/bulan dan tahun depan 2021 dinaikkan Rp 30 ribu, per 23 Maret 2029 lalu diberhentikan masa kerjanya oleh perusahaan.

Haliyah satu karyawan mengatakan, di dalam perusahaan ada dua organisasi buruh, yakni SPN dan Sarbumusi. Ada beberapa poin yang jadi bahan perundingan perwakilan buruh dengan pihak perusahaan rambut tersebut.

Pertama soal UMK, tahun ini UMK yang ditawarkan perusahaan, nilainya sebesar Rp 3.570.000/bulan. Untuk UMK, buruh yang tergabung dalam SPN menerim dan bersedia tanda tangan.Sedangkan buruh Sarbumusi meminta disesuaikan dengan keputusan pemerintah, yakni sebesar Rp 4.100.000/bulan.

“Anak-anak Sarbumusi tidak setuju dengan UMK yang tidak menyesuaikan ketetapan pemerintah, akhirnya tidak tanda tangan dan semua buruh yang ikut Sarbumusi sebanyak 329 buruh langsung di PHK oleh perusahaan,” katanya.

Haliyah menambahkan, tidak hanya soal UMK yang ditolak oleh para buruh Sarbumusi. Ada juga keputusan perusahaan, masa kerja yang sudah 31 tahun dianggap 4 tahun jadi pegawai tetap. “Ini jelas merugikan dan kami tolak juga,” tukasnya.

Parahnya lagi, sambung Bendahara Sarbumusi PT HSI itu, untuk THR nanti, dipukul rata akan diberikan senilai Rp 1.500.000/karyawan.

“Ini juga menjadi penolakan buruh,” ujarnya.

Begitu juga soal pesangon yang sudah berkerja puluhan tahun, di tawar perusahaan dengan uang sebesar Rp 20 juta. Kebanyakan teman-teman disini masa kerjanya sudah diatas 20 tahun.
“Pabrik ini dulunya masih berupa sesek bambu, dan luasnya sudah sedemikian beserta bangunannya. Sekarang kami dianggap sampah, seakan tidak ikut terlibat membesarkan perusahaan. Saya kira keputusan ini tidak manusiawi,” papar karyawan lainnya