Miris! Bayar BPJS Kesehatan Masih Pakai Iuran Yang Mahal

Pemerintah masih belum merevisi Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hingga 1 April 2020. Hal ini menyebabkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menggunakan iuran yang naik hingga dua kali lipat, dengan rincian kelas III Rp 42 ribu, kelas II Rp 110 ribu dan kelas I Rp 160 ribu.


Padahal Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan iuran naik per 1 Januari 2020 lalu itu. Pembatalan kenaikan iuran tersebut seharusnya mulai berlaku sejak putusan MA dibuat, yakni pada 27 Februari 2020.

"Putusan itu berlaku ke depan, berlaku sejak diputuskan sampai ke depan. Tidak berlaku surut," kata Jurubicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro di Gedung Mahkamah Agung beberapa waktu lalu.

Singkatnya, iuran yang telah dibayarkan peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 tidak dikembalikan ke peserta. Namun setelah putusan MA, seharusnya iuran BPJS Kesehatan kembali pada iuran lama. Iuaran kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan, iuran kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan.

Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS) Hery Susanto menyatakan protes keras terkait hal tersebut. 

Menurutnya, pemerintah tidak mematuhi putusan MA terkait pembatalan kenaikan iuran 100 persen BPJS Kesehatan. Seharusnya iuran lama efektif berlaku sejak putusan MA terbit.

“Namun ini tidak, iuran bulan Maret lalu peserta membayar masih tarif 100 persen, masa April 2020 iuran masih belum berubah sesuai putusan MA," kata Hery kepada wartawan, Kamis (2/4), dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Selain harus segera merevisi Perpres Jaminan Kesehatan, Hery juga meminta pemerintah untuk tidak mencla-mencle dalam mengeluarkan pendapat.

Setidaknya hal itu terlihat saat Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Joko Widodo berbeda memberi pernyataan di depan publik. Menkeu bilang biaya pasien virus corona menjadi tanggungan BPJS Kesehatan. Sementara Jokowi menyebut penanganan pasien corona dari pemda.

“Intinya, bagaimana pelayanan kesehatan publik ini akan membaik jika simpang siur begini,” tandasnya.