Latar belakang ulama yang tersemat pada sosok Wakil Presiden Maruf Amin dinilai belum menunjukan keberpihakan pada umat Islam. Padahal, posisinya tersebut menjadi peluang besar menempatkan umat Islam sebagai aset mitra strategis pemerintah.
- Jelang RUPS Bank Jatim, Fraksi Golkar Minta Semua Pihak Taat Aturan
- Demokrasi Mundur Bila Sistem Proporsional Tertutup Dikabulkan
- Kekeringan Meluas, Ketua Komisi D Minta Pemprov Segera SuplaiAir Bersih Di Bondowoso
Demikian diungkapkan pengamat hukum tata negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf, menanggapi seratus hari kepemimpinan Jokowi-Maruf.
“Wakil memang tidak sebesar peran presiden, tapi yang dilakukan Maruf Amin sudah pada porsinya, hanya mestinya problem isu-isu intoleransi, radikalisme, Islam sebagai salah satu pelakunya mestinya beliau banyak berperan dan klarifikasi di situ,” kata Asep dilansir Kantor Berita RMOLJabar, Jumat (31/1).
Sebagai seorang kiai dengan latar belakang pesantren, serta NU yang merupakan Ormas Islam terbesar, jelasnya, seharusnya Maruf membantu mengklarifikasi isu-isu intoleransi dan radikalisme.
“Bahkan Menteri Agama menuduh radikalisme, mestinya ditegur oleh Wapres. 'Jangan begitu, anda menyinggung perasaan umat Islam', misalnya. Pak Maruf tidak ada perannya sama sekali di situ," ujar Asep.
Untuk itu, Asep menilai Maruf Amin dalam konteks keagamaan belum memiliki keberpihakan. Padahal, masyarakat menginginkan seorang kiai atau ulama yang berperan dalam memimpin umat.
“Saya kira Maruf hanya menyatakan sesuatu yang tidak menyelesaikan persoalan keumatan, belum ada gebrakan ke sana,” tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Iwan Sumule Sebut Pidato Jokowi yang “Ancam” Golkar, Harus Disadari Prabowo dan Megawati
- Menkominfo Bantah Ada Motif Politik di Balik Pembobolan 204 Juta Data DPT
- Mahfud MD: Indonesia Ada Kemajuan Meskipun Banyak Korupsinya