Komunikasi Buruk Penyebab Kepala Daerah Pecah Kongsi

RMOLBanten. Maraknya konflik antara kepala daerah dan wakilnya bakal menjadi sorotan, khususnya di Pilkada 2018 ini. Buruknya komunikasi dan tidak adanya komitmen bersama antar kepala daerah dengan wakilnya membuat roda pemerintahan tidak berjalan baik.


Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan, kepada wartawan, Selasa (8/5). 

Menurut Asep, ada empat faktor utama yang membuat kepala daerah dan wakilnya sering pecah kongsi.

Pertama, penyebab terjadinya pecah kongsi akibat tidak adanya komitmen bersama untuk tidak membawa ambisi pribadi.

"Mereka harus memperkuat dan komitmen bersama agar tidak membawa ambisi pribadi ke pemerintahan. Saya yakin kalau ambisi ini masuk ke pemerintahan pasti akan ada persoalan," katanya kepada wartawan, Selasa (8/5).

Kedua, tidak baiknya komunikasi antara kepala daerah dengan wakil bisa terjadi jika ada pihak ketiga seperti parpol pengusung atau lainnya yang dilibatkan dalam pemerintahan. Sebab, kehadiran parpol yang istilahnya meminta jatah akan memperburuk roda pemerintahan.

"Ini bisa dimanfaatkan pihak lain untuk meminta jatah. Misalnya, partai meminta jatah kepada wakilnya karena sudah diusung, begitu juga sebaliknya. Kalau ini terjadi bahaya," ujar Asep.

Ketiga, faktor birokrasi yang sudah terbagun di lingkungan pemerintahan juga dapat mempengaruhi komunikasi kepala daerah. Loyalitas pegawai yang tidak seimbang dengan pasangan kepala daerah juga akan mempengaruhi pecah kongsi. Kondisi ini pernah terjadi di beberapa daerah di saat sebagian pegawai lebih memilih patuh kepada salah satu pimpinan.

"Birokrasi itu seringkali loyalnya kepada siapa. Ini bisa juga membuat pecah komunikasi. Ada kecemburuan dari masing-masing kepala daerah siapa yang lebih loyal," papar Asep.

Terakhir, pecah kongsi terlihat jika kepala daerah akan maju kembali dalam ajang pilkada di periode berikutnya.

"Ketika ini muncul semua dipastikan bakal terjadi pecah kongsi antara kepala daerah," kata Asep.

Kementerian Dalam Negeri mencatat sejumlah petahana yang maju dalam pilkada rawan terjadi pecah kongsi. Sebanyak 971 kepala daerah mengalami komunikasi buruk dalam menjalankan roda pemerintahannya. Bahkan, sejak 2005-2014 hanya 6 persen kepala daerah yang mampu menyelesaikan roda pemerintahan tanpa terjadi pecah kongsi. [wah]