Takbir Dan Negara @212Movie

FILM 212: The Power of Love lezat untuk ditonton, ramuan drama di balik momen historis #212 telah memberikan pesan bahwa kehidupan itu butuh "petunjuk". Koreksi terhadap sebuah kesalahan bukanlah dengan mengandalkan kekerasan namun yang utama adalah petunjuk.


Alinea keeempat Pembukaaan UUD 1945 menyebut makna tersebut, bahwa "… untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan… untuk memajukan kesejahteraan umum, … perdamaian abadi dan keadilan sosial".

@212movie menyajikan pekik takbir yang membuat aliran darah seolah berdesir. Pekik takbir sesungguhnya sudah menjadi deru napas pekik merdeka hingga terlembagakan dalam sistem ketatanegaraan kita pada alinea ketiga Pembukaaan UUD 1945 yaitu "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…".

Bahkan kekuasaan apapun yang terpilih (Presiden, Gubernur , Bupati/Walikota) oleh 100 persen seluruh rakyat secara sempurna dalam suatu proses pemilu, ketika yang bersangkutan Islam, maka kekuasaannya tidak bisa didudukinya ketika tidak bersumpah dengan menyebut asma Allah.

Pasal 9 (1) UUD 1945 "Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan MPR atau DPR sebagai berikut: Sumpah Presiden (Wakil Presiden): Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya…"

Artinya bahwa pesan-pesan religi dalam film ini adalah pesan-pesan konstitusional. Islam, Agama dan Negara (konstitusi dan kebhinnekaaan) tidak perlu untuk terus diperhadapkan secara diametral, film @212movie telah berhasil menyampaikan pesan bahwa agama tidak hanya hadir untuk mayoritas namun juga minoritas. Bagaimanapun #UUD1945 tidak hanya melindungi minoritas juga mayoritas atau sebaliknya, tidak hanya melindungi mayoritas namun juga minoritas.

Inilah pesan konstitusional di balik film ini, ketika "petunjuk" dalam setiap deru-deru kehidupan menjadi keniscayaan untuk mencari setitik cahaya dari sebuah kegelapan. Kita semua, baik sebagai warga negara, bahkan sebagai pelaku kekuasaan setiap detik, bahkan setiap tarikan napas kita membutuhkan "petunjuk petunjuk" itu. Allahu Akbar!!! [***

A. Irmanputra Sidin
Ahli hukum tata negara dan advokat