Lies Sungkharima Santai Tanggapi Tuduhan Bukan Perwakilan Tionghoa

RMOLBanten. Lieus Sungkharisma santai menanggapi tudingan sekelompok orang Tionghoa di Jakarta yang menyebutnya bukan perwakilan mereka.


"Tahun lalu, saat ribut-ribut soal Ahok yang menistakan Al Qur’an, kelompok orang Tionghoa itu juga membully saya karena saya membela Islam. Waktu itu saya sudah menegaskan bahwa jangan panggil saya Tionghoa lagi. Panggil saja saya Cina,” kata dia dalam pernyataan tertulis, Minggu (27/5).

Penolakan yang membabi buta oleh sekelompok orang terhadap apa yang kami lakukan terjadi lagi. Kata Lieus, hal ini semakin menguatkan dirinya untuk dipanggil Cina.

Lieus sadar betul, dukungannya Bersama sejumlah aktivis Cina terhadap gerakan hasteg 2019 Ganti Presiden bukan tanpa resiko.

"Sekelompok orang Tionghoa yang sudah terlanjur menikmati enaknya kue kekuasaan,  pastilah merasa terganggu. Apalagi orang Tionghoa yang kini ada di partai pendukung pemerintah,” jelasnya.

"Jika mempelajari sejarah, ada perbedaan mendasar antara Cina dan Tionghoa. Dan atas dasar sejarah itu, panggil saja saya Lieus si Cina,” sambung Lieus.

Disisi lain, Lieus tak ingin terlalu menanggapi klaim dan respon berlebihan dari sekelompok orang Tionghoa terhadap dukungannya pada gerakan tagar 2019 Ganti Presiden.

"Fokus kami saat ini adalah membangun kesamaan visi guna mempersiapkan 2019 Indonesia Pasca Jokowi,” katanya.

Karena itulah, tambah Lieus, tagar 2019 Indonesia Pasca Jokowi diharapkan menjadi gerakan konsepsional agar bangsa tidak mengalami nasib buruk seperti pasca reformasi 1998.

"Dulu saat reformasi 1998 semua orang hanya sibuk menjatuhkan Soeharto. Tapi lupa mempersiapkan diri setelah pak Harto jatuh mau ngapain. Akibatnya kita rasakan sekarang ini. Walau sudah 20 tahun reformasi berjalan, bangsa ini tak menjadi lebih baik. Bahkan semakin buruk secara politik, sosial, budaya dan lebih-lebih ekonomi,” kata Lieus.

"Ini gerakan moral dan konsepsional. Jadi tagar 2019 Indonesia Pasca Jokowi bukan gerakan main-main sekedar untuk tujuan politik pragmatis agar bisa duduk di kursi pemerintahan atau sekedar pencitraan agar kembali terpiih jadi anggota parlemen,” tandas Lies seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL. [dzk