Jual Gas 3 Kg Non Subsidi Picu Masalah Baru

RMOLBanten. Rencana terbaru pemerintah menjual Gas Elpiji 3 kilogram non subsidi ke masyarakat menengah atas per 1 Juli 2018 menuai kritik. Kebijakan tersebut dinilai akan menciptakan masalah baru di masyarakat. "Tabung 3 kilogram diperuntukkan untuk masyarakat kelas bawah yang pendapatannya minim. Walau ada embel-embel non subsidi tapi praktik di lapangan tidak akan semudah itu," kata Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (Semmi) Erlyando Saputra, Minggu (24/6).Erlyando menilai kebijakan menjual gas elpiji 3 kilogram non subsidi ke masyarakat menegah berpeluang merugikan masyarakt kelas bawah dan menciptakan kelangkaan tabung subsidi 3 kilogram. Banyak pihak akan memanfaatkan kebijakan ini untuk ambil untung besar dengan fokus menjual tabung non subsidi yang rencananya akan dijual dengan harga Rp 39 ribu.


"Kami sangat meragukan Fungsi Kontrol pemerintah dalam hal ini," tegasnya.

Lanjut Erlyando, jika berfikir lebih makro lagi, di hulu energi, ekploitasi gas melimpah ruah. Stok gas di indonesia 300 persen lebih besar jika dibandingkan stok produksi minyak yang sangat tergantung dengan impor dari luar. Namun keadaan itu bukan berarti harus menjual gas dengan berlebihan.

Untuk itu dia mengingatkan Pertamina selaku leading sektor hulu hilir minyak dan gas tidak bermain-main soal kebijakan energi yang menyangkut hajat hidup orang miskin. Apalagi Pertamina menjadi sorotan akhir-akhir ini, mulai dari sorotan kondisi neraca keuangan, kelangkaan premium hingga berujung pergantian pucuk pimpinan.

"Jangan lupa kita belum berhasil dalam melakukan transformasi dari energi fosil ke energi terbaharukan. Harusnya kondisi ini membuat pemerintah bisa berpikir lebih bijak," katanya.

"Kami faham arahnya kebijakan ini akan membuat ekplorasi dan ekploitasi besar besaran di sektor gas sehingga pemerintah akan mendapat benefit yang besar. Namun upaya ini akan berdampak pada ketersedian gas dalam jangka panjang, dimana akan lebih cepat habis. Jika habis maka kita pun sama kondisinya dengan minyak yang mengimpor dari negara lain. Sedangkan alih energi ke energi alternatif belum ada progressnya," sambun dia dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.[dzk]