Penganiayaan Ratna Sarumpaet Upaya Memberangus Pasal 28

Kebebasan berpendapat di rezim sekarang telah dicederai dengan aksi pemukulan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet.


"Pasal 28 UUD 1945 sudah mengatur hak rakyat untuk menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak bersidang dan berkumpul, diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang," terang Bowo, sapaan akrab Sunarno Edy Wibowo kepada Kantor Berita , Selasa (2/10).

Apakah kasus penganiayaan berkaitan dengan sikap politik Ratna Sarumpaet mendukung deklarasi #2019GantiPresiden dan menjadi Jurkamnas Prabowo-Sandiaga, Bowo tidak berani memastikan.

Tapi seandainya hal itu berkaitan dengan sikap politik, maka sama saja memberangus kebebasan seseorang untuk berpendapat.  

"Kebebasan seseorang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Orang yang berpeda pandangan tidak boleh diberangus,” tegasnya.

Apalagi Pasal 28 ini, menurut Bowo, merupakan ide cemerlang Bung Hatta. "Ketika rezim Soeharto berkuasa, Pasal 28 tidak ada gunanya. Maka ketika kejatuhan pak Harto, Pasal 28 secara langsung kembali dihidupkan,” tuturnya.  

Seperti diketahui, Ratna Rarumpaet merupakan aktivis yang getol mengkritisi pemerintah. Dalam Pilpres 2019, Ratna bersama Neno Warisman mendukung deklarasi #2019GantiPresiden dan menjadi Jurkamnas pasangan capres cawapres Prabowo-Sandiaga.

Keduanya sama-sama dihadang sekelompok massa saat hendak melakukan deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa daerah.

Puncaknya, Ratna dianiaya sejumlah orang tak dikenal pada Jumat (21/9) di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat.

Namun berita tersebut baru beredar di grup WA pada Senin (1/10) dimana memperlihatkan foto Ratna dengan luka-luka lebam di ruang perawatan sebuah rumah sakit.[jen]