Remisi Untuk Pembunuh Prabangsa Hanya Sejenak

Hanya sejenak, I Nyoman Susrama, pembunuh Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, bernafas lega. Sebelum Presiden Joko Widodo mencabut remisi yang telah diberikannya.


Pada 15 Februari 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar  menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sang pembunuh, I Nyoman Susrama dijatuhi  hukuman penjara seumur hidup. Padahal JPU menuntut dijatuhi hukuman mati.

Tak puas, vonis ini berlanjut ke Mahkamah Agung (MA). Di bulan September 2010, MA menyatakan sependapat dengan pengadilan tingkat banding. Menolak kasasi yang diajukan Susrama.

Lantas, Presiden Joko Widodo, melalui Kepres 29/2018, memberikan remisi atau pengurangan hukuman kepada Susrama dari hukuman penjara seumur hidup menjadi hukuman penjara selama 20 tahun.

Arus kencang penolakan atas remisi dimaksud, datang bergelombang. Bahkan hingga dilaksanakannya perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Surabaya.

Setelah ditolak berbagai kalangan, barulan Presiden Jokowi membatalkan pemberian remisi itu.

"Pembatalan remisi ini sebenarnya bukan prestasi. Ini adalah koreksi yang dilakukan presiden, entah karena menyadari kekeliruan atau karena faktor elektoral karna dirinya sekarang ini adalah kontestan pilpres," ujar wartawan senior Teguh Santosa usai mengikuti dialog di CNN Indonesia mengenai ancaman kekerasan terhadap wartawan, Sabtu malam (9/2).

Sebelumnya, dalam dialog yang juga dihadiri Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan, Teguh mengatakan bahwa dirinya tidak begitu kaget mendengar pembatalan remisi tersebut.

Menurut Teguh, seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, hal itu sudah jadi pola yang berkembang di dalam pemerintahan Jokowi. Dia merujuk pada beberapa kasus pembatalan keputusan, seperti rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir yang kemudian dibatalkan sendiri.[yls]