Dianggap Gagal Pimpin DPR- Layakkah Bambang Soesatyo Jadi Ketua MPR?

Periode baru anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah dimulai hari ini, Selasa (1/10). Para anggota DPR dan DPD terpilih resmi dilantik menjabat untuk masa bakti 2019 hingga 2024.


Sementara DPD memiliki mekanisme dan tata tertib sendiri untuk menentukan pimpinan.

Menarik untuk diulas adalah pemilihan ketua MPR yang akan digelar, Rabu (2/10) besok. Seperti dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, UU MD3 hanya menguraikan bahwa masing-masing fraksi di DPR dan DPD akan mendapat jatah satu pimpinan.

Namun begitu, belum jelas siapa yang berhak menduduki kursi orang nomor satu di MPR. PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra sebagai partai tiga besar sama-sama merasa paling berhak mendapatkannya. Apalagi, MPR mendatang disebut-sebut memiliki tugas penting dalam mengawal amandemen UUD.

Di Partai Golkar, nama Bambang Soesatyo digadang-gadang bakal diusung menjadi ketua MPR. Banyak kalangan menyebut pengusungan Bamsoet merupakan buah dari sikapnya yang melunak dan mendukung pencalonan petahana Ketua Umum Airlangga Hartarto di Munas Golkar mendatang.

Dari segi karir politik di parlemen, Bamsoet memang layak. Dia pernah menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar sebelum akhirnya ditunjuk sebagai ketua DPR.

Namun demikian, dari sisi prestasi sebagai anggota dewan, Bamsoet masih diragukan. Gelombang aksi mahasiswa yang terjadi sejak sepekan kemarin tentu tidak bisa dilepas dari kinerja DPR pimpinan Bamsoet yang kejar tayang.

Mahasiswa menolak sejumlah RUU yang secara serampangan dibahas DPR. Mulai dari RUU KPK yang telah disahkan maupun RUU KUHP, RUU Pertanahan, hingga RUU Pemasyarakatan yang dibahas di penghujung periode.

Ribuan mahasiswa berkumpul di gedung DPR menyuarakan penolakan RUU yang dianggap bermasalah tersebut. Belum lagi aksi mahasiswa di kota-kota besar lain, juga aksi pelajar SMA yang merasa terpanggil.

Korban nyawa atas aksi ini bahkan terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Randi dan Yusuf meninggal usai aksi mahasiswa berlangsung ricuh di DPRD Sulawesi Tenggara.

Atas berbagai aksi mahasiswa di tanah air tersebut, Bamsoet dengan tegas mengaku bahwa dirinya paling bertanggung jawab.

Pertanggungjawaban Bamsoet bisa dimaknai bahwa dia adalah sumber dari gelombang aksi mahasiswa. Dia tidak mampu memimpin proses legislasi di DPR dengan baik, sehingga pembahasan RUU dilakukan di penghujung periode dan membuat rakyat murka.

Atas alasan itu, Golkar perlu berpikir dua kali untuk mengusung Bamsoet sebagai ketua MPR. Legasi buruk di DPR harus jadi pertimbangan matang partai beringin memikirkan alternatif lain yang lebih baik. [fak]