Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan "Undang-Undang Titipan" yang membuat hukum di Indonesia berantakan seperti yang diungkapkannya.
- Jadi Tersangka Suap HGU, Kepala BPN Riau Syahrir dan Seorang Swasta Dicegah KPK ke LN
- Tudingan Curi Start, Ada Kelompok yang Takut dengan Kekuatan Anies
- Kiai Se-Surabaya Minta Eri Cahyadi Meneruskan Kepemimpinan Risma
Menurut anggota DPR ini, jika apa yang diutarakan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu benar, maka hal itu diyakininya akan merusak produk hukum Tanah Air.
"Kalau terlalu banyak titipan justru kita tersandera. UU ini yang menentukan kecepatan gerak Indonesia," ucapnya.
Atas dasar itu, Mardani sepakat atas wacana pemerintah merealisasikan Omnibuslaw (mengamandemen sejumlah UU menjadi satu). Sebab, banyaknya tumpang-tindih hukum diyakininya dapat mengurai hal tersebut.
"Kalau saya agak mendorong Pak Jokowi memperjelas konsep Omnibuslaw-nya. Karena Omnibuslaw itu baik. Bagaimana UU Pemilu dibahas bareng UU Pilkada, MD3, Parpol, UU Pemda. Saya kira demokrasi yang berkembang di Indonesia (nanti) adalah demokrasi yang substansial, low cost dan merit sistem. Kalau sekarang berantakan," tandas Mardani seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menyebutkan, beberapa produk hukum di Indonesia kacau balau. Hal itu ditenggarai adanya sejumlah UU dan Peraturan Daerah (Perda) dibuat berdasarkan pesanan oleh kelompok tertentu atau seseorang.
"Ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan, itu ada. Undang-undang yang dibuat karena pesanan. Perda juga ada. Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," kata Mahfud dalam acara 'Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Berbangsa' di Jakarta, Kamis (19/12).[aji]
- Samawi Usul Gibran Cawapres, Begini Respon Prabowo
- Bukan Omong Kosong, Viani Limardi Akhirnya Resmi Gugat PSI Rp 1 Triliun
- Penunggak Pajak Kendaraan Dirazia Lewat Speaker SPBU, Pengamat: Tak Etis dan Permalukan Warga