BPJS Kesehatan Wajib Kembalikan Dana Peserta yang Terlanjur Ditarik per Januari 2020

Dikabulkan judicial review oleh Mahkamah Agung (MA) terkait terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan, menunjukkan bahwa sejak awal kenaikan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak memiliki landasan hukum yang jelas.


“Dari awal saya menilai kenaikan BPJS Kesehatan ini tidak ada landasan hukumnya. Hal ini sudah kami diskusi non formal dengan kawan-kawan buruh dan masyarakat,” praktisi hukum dari LBH Cakrawala Tulung Agung, Anis Sadah pada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (10/3).

Lanjut Anis, Selama ini pemerintah tidak menjadikan suara rakyat dan fakta sosial sebagai dasar keputusannya.

Sehingga wajar jika MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang telah membebani masyarakat.

BPJS Kesehatan sendiri harus menghormati putusan MA tersebut, termasuk mengembalikan dana peserta yang kemarin terlanjur ditarik iuran kenaikan per Januari 2020.

“BPJS punya kewajibn mengembalikn dana yang sudah terlanjur ditarik. Pemerintah juga harus mengevalusi keefektifan sistem BPJS yang lebih mengarah pada monopoli atau sistem asuransi ketimbang jaminan sosial. Sebab sistem BPJS ini sifatnya memaksa. Serta mekanisme-mekanisme kebijakan lain terkait dengan BPJS,” terangnya

Sebaliknya jika BPJS tidak menjalankan putusan MA, imbuh Anis, maka BPJS telah berani melawan hukum. Dalam hal ini BPJS adalah kepanjangantangan pemerintah dan presiden.

“Kalau iuran kenaikan tetap dijalankan, ya berarti pemerintah atau presiden telah melawan hukum,” pungkasnya.

Diketahui, MA mengabulkan judicial review yang diajukan KPCDI terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan.

Judicial review tersebut diajukan untuk menguji Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun  2019 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2).

Dalam amar putusannya, MA menyebut pasal 34 ayat (1) dan (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi. Yakni, Pasal 23A, Pasal 28 H Jo, dan Pasal 34 UUD 1945 serta bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat 3 Undang-undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Perpres juga dianggap berlawanan dengan Pasal 2, 3, 4 huruf b, c, d, dan e UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 4 Jo, Pasal 5 ayat 2 Jo, Pasal 171 Undang-Undang Nomor  36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dengan putusan judicial review ini, maka iuran BPJS Kesehatan kembali menggunakan ketentuan sebelumnya, yakni kelas III sebesar Rp 25.500, kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan kelas I sebesar Rp 80 ribu.