Rektor UMJ Sebut Perppu Covid-19 Tidak Layak Disahkan

Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dinilai bertentangan dengan Undang-undang.


Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhri, pasal 2 Perppu Covid-19 bertentangan dengan pasal 23 UUD 1945.

Pada pasal 2, perppu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan defisit anggaran melampaui 3 persen PDB untuk Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022.

“Hal yang demikian bertentangan dengan pasal 23 UUD 1945 karena APBN bersifat periodik yang ditetapkan setiap satu tahun anggaran,” ujar ketua Tim Hukum Judicial Review Perppu 1/2020 dalam diskusi online yang digelar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) bertema “Menggugat PERPPU Covid-19” pada Sabtu (11/4).

Masalah lain dari perppu tersebut, sambungnya, adalah menjadikan eksekutif tanpa kontrol atau melampaui kewenangan yang dimiliki. Ini lantaran perppu memangkas kewenangan tiga lembaga sekaligus, yakni DPR, BPK, dan Kekuasaan Judicial.

“Perppu ini tidak layak untuk disahkan karena banyak sekali bertentangan dengan UUD,” tegasnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Diskusi itu menghadirkan sejumlah pakar sebagai pembicara, seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Saiful Bakhri, Ketua Umum Mahutama Aidul Fitriciada Azhari, hingga mantan anggota DPR Ahmad Yani.

Sementara itu anggota DPR 2009-2014 Ahmad Yani menilai bahwa perppu ini adalah upaya pemerintah untuk mengamankan ekonomi yang sudah mengalami defisit anggaran sejak beberapa tahun sebelum Covid-19 masuk Indonesia.

Defisit itu diakibatkan karena kegagalan pengelolaan perekonomian dan keuangan negara yang tidak benar dan berpotensi mengancam stabilitas keuangan.

Katanya, hal ini sudah seringkali diingatkan oleh pakar ekonomi DR. Rizal Ramli, dalam berbagai tulisan atau pandangan yang dikemukakannya dalam berbagai forum. Akan tetapi pemerintah menutup telinga dan mata.

“Jadi bukan karena Covid-19 perekonomian dan keuangan negara ambruk. Justru sebaliknya Perekonomian dan keuangan negara dalam keadaan buruk, menyebabnya pemerintah gagap menghadapi Covid-19,” paparnya.

Diskusi ini sendiri diikuti oleh 300 peserta yang terdiri dari pimpinan Muhammadiyah, pengurus Mahutama, Guru-Gurubesar Indonesia dan luar negeri, pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta, aktivis, media dan mahasiswa.