Pilkada Serentak Disepakati 9 Desember, Petahana Diuntungkan Bisa Dekati Rakyat Pakai Anggaran Covid-19

Penundaan tahapan Pilkada serentak 2020 yang sudah disetujui DPR, Pemerintah dan penyelenggaran Pemilu menjadi bulan Desember 2020, tak akan banyak mengubah peta politik Pilkada di Indonesia. Artinya demokrasi masih akan terbelenggu oleh politik dinasti.


Hal ini dikatakan Danu Budiyono, aktivis sosial politik Banyuwangi dalam siaran persnya yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (15/4).

“Dengan disetujuinya penundaan Pilkada yang hanya mundurkan tiga bulan sesuai jadwal semula (sebelum musibah corona) yaitu bulan September, tetap saja yang diuntungkan adalah para gubernur bupati walikota petahana serta para dinasti politiknya,” ujar Danu.

Danu mencontohkan, saat ini di Kabupaten Banyuwangi, bupatinya Abdullah Azwar Anas sedang membangun dinasti politiknya. Ini berdasarkan rekom dari Partai Nasdem yang diberikan ke Ipuk Fiestiandani, istri bupati.

“Nah, dengan adanya musibah pandemik corona ini, indikatornya para petahana bisa lebih mendekatkan diri dengan rakyat, mengingat musibah pandemik ini di setiap daerah anggarannya besar,” tukasnya.

Padahal hampir di setiap daerah semua menunggu aksi cepat, transparan, solutif, menyentuh dalam menangani wabah corona ini. Pasalnya setiap kepala daerah adalah ketua gugus tugas Covid-19. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan para petahana untuk mereguk keuntungan dari kampanye ‘terselubung’ tersebut.

“Seperti di Banyuwangi, tak jarang sang bupati mengajak istrinya keliling dengan berbagai kegiatan sosialnya. Artinya ini seperti menyelam sambil minum air. Tapi kalau minum airnya kebanyakan bisa gak bisa naik ke permukaan,” tuturnya.

Di sisi lain yang perlu dipertanyakan, lanjut Danu, adalah kenapa pemerintah beserta DPR terkesan memaksakan pelaksanaan Pilkada di tahun ini, bahkan maju dari opsi B (Maret 2021) yang diajukan KPU ke DPR pada saat RDP Senin (30/3/2020) lalu.

“Ini jadi pertanyaan. Mengapa malah disetujui bulan Desember 2020, Walaupun ada opsi kedua yang mana tetap menunggu perkembangan kapan Covid-19 ini berakhir atau pengumuman pemerintah dan akan dibahas berikutnya,” urainya.

Meski penanganan wabah corona belum juga ada solusi efektif dan belum ada kepastian kapan berakhir, pihaknya tetap menganggap pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020 dipaksakan.

“Menurut kami terkesan dipaksakan, dan itu tak akan merubah peta politik sebelum ada pandemik ini, atau memang benar ada saweran dari para petahana gubernur bupati walikota ke para pengambil kebijakan kepemiluan agar disetujui,” tandasnya.

Sebelumnya Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI melaksanakan rapat kerja untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020. Dan diepakati Pilkada Serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Berikut ini kesimpulan lengkap rapat Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020:

1. Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020. Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pillkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020.

2. Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan evaluasi terhadap Keserentakan Pemilu pada tahun 2019, maka Komisi II DPR RI mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan Pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan 1 periode 5 tahun yaitu 2020, 2022, 2023, 2025 dan seterusnya yang nanti akan menjadi bagian amandemen pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk masuk ke dalam Perppu.