Strategi Hadapi Gagal Bayar Kredit Perbankan Di Tengah Pandemik Covid-19

Dampak pandemik virus corona baru atau Covid-19 secara global meningkatkan risiko kredit perbankan. Hal ini disebabkan penurunan kinerja dan kapasitas debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit atau pembiayaan.


Menurut praktisi hukum Dedy Kurniadi, peningkatan risiko kredit ini berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan. Sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Bagi para debitur, tentu kondisi ini berpotensi mengakibatkan kondisi gagal bayar alias macet.

"Hubungan perbankan dan debitur seharusnya berjalan harmonis. Namun pada kondisi seperti ini menjadi mimpi buruk untuk sektor riil karena menimbulkan potensi gagal bayar," ujar Dedy Kurniadi dalam webinar bertajuk “Strategi Hukum Menghadapi Tekanan Gagal Bayar Kredit Perbankan” yang digelar Kantor Berita Politik RMOL bekerja sama dengan kantor hukum Dedy Kurniadi & Co. Lawyers, Selasa (28/4).

Diskusi yang digelar melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting ini dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai latar berlakang.

Dedy Kurniadi mengurai bahwa debitur memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang telah dipinjam sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Pihak perbankan sebagai pelaksana pinjaman pun wajib tunduk pada ketentuan. Tidak semata-mata berhubungan dengan keperdataan, melainkan bank juga harus patuh dan tidak melanggar ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dalam keadaan sulit seperti ini, bagaimana debitur bisa mengembalikan? Maka dia bisa masuk dalam kategori force majeure,” jelasnya.

Secara substansi, Dedy Kurniadi menjelaskan bahwa force majeure adalah keadaan tertentu dimana debitur tidak dapat melaksanakan sesuai perjanjian akibat sebuah kejadian. Maka yang bersangkutan tidak ada kewajiban menggantikan biaya rugi atau bunga sepanjang dapat membuktikan dia terhalang dalam suatu keadaan yang terpaksa tersebut.

Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019.

Kebijakan ini memberikan perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank dengan jumlah tertentu dan kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi kepada debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah.

Debitur yang mengalami kesusahan pembayaran pun dapat mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

"PKPU memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana perdamaian dibahas dan dipungut suara dan harus disetujui 2/3 kreditur. Dan jika tidak dikabulkan jatuh vailid," jelasnya.

"Semua pihak punya porsinya yang sama untuk memulihkan keadaan. Bagi debitur bisa menunjukkan jaminan bila itu terkait bisnis. Pilihan terbaik jika melakukan restrukturisasi di hari ke-180. Intinya semua dipertanggungjawabkan di mata hukum," demikian Dedy Kurniadi.