Banyak Bangunan Proyek di Malang Ambrol Usianya Belum Genap Setahun, MCW: Bisa Jadi Tak Sesuai Aturan

Belum genap satu tahun, beberapa pembangunan proyek Pemerintah Kabupaten Malang ambrol dan ambruk.


Catatan Kantor Berita RMOLJatim, ada proyek plengsengan yang berlokasi di Pal Bacok Desa Segaran, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang. Usia bangunan hanya 6 bulan. Bangunan tersebut mendadak ambrol pada Januari 2020, setelah dimulai pekerjaan Juli 2019.

Pembangunan proyek tersebut leading sektor adalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM) dari anggaran pendapatan, dan belanja daerah (APBD) tahun 2019 dengan harga pagu senilai Rp 200 juta dan harga terkoreksi Rp 196 juta, yang dilaksanakan oleh CV Tirtoyoso.

Disusul proyek jembatan di Kecamatan Dau yang juga jebol dan ambruk. Usianya hanya bertahan beberapa bulan setelah penandatanganan kontrak dilakukan pada 1 Agustus 2019 lalu dan ambruk pada Januari 2020. Leading sektornya adalah masih DPUBM. Padahal proyek dianggarkan, menurut harga pagu senilai Rp 700 juta. Namun dimenangkan oleh CV Wahyu Sarana dengan nilai Rp 486.914.496,08. Hal itu mengacu pada data lembaga pengadaan secara elektronik (LPSE) pada tahun 2019.

Kemudian proyek pembangunan dinding penahan Kranggan yang memiliki nilai pagu Rp 1,4 miliar. Proyek tersebut dikerjakan oleh CV Tri Sakti dengan nilai kontrak Rp 862,1 juta yang bersumber dari APBD di Dinas PUBM Kabupaten Malang tahun 2019 juga ambrol di tahun 2020. Leading sektor pada proyek tersebut adalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (DPUBM).

Tak hanya di DPUBM, proyek irigasi di daerah Desa Tanggung, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang juga belum genap setahun kini kondisi ambrol.

Pembangunan proyek tersebut leading sektornya adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Sumber Daya Air (PU SDA) Malang. Proyek tersebut bersumber dari dana APBD senilai kurang lebih Rp 193 juta dikerjakan oleh Darma Alam Raya pada tahun anggran 2019.

Dari semua proyek itu sudah mendapat respon di masing-masing dinas terkait, yakni dengan adanya perbaikan. Namun penyebab dari beberapa proyek yang ambrol itu belum bisa dipastikan, apakah disebabkan force majeure atau dampak dari kekurangan volume di setiap pekerjaannya.

Seperti halnya, jembatan yang ambrol di daerah Kacamatan Dau, Kabupaten Malang. Kasus tersebut sudah masuk ranah hukum Kepolisian Polres Malang. Namun, hingga saat ini Polres Malang belum merilis penyebab ambruknya jembatan apakah force majeure akibat banjir bandang atau hal yang lain semisal kurangnya volume dalam pelaksaan proyek.

Hingga kini Kasatreskrim Polres Malang, AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo ketika dihubungi belum membalas.

Sementara dari investigasi di lapangan, seorang narasumber yang tidak mau disebutkan namanya menuturkan, adanya setoran proyek di kalangan kontraktor. Bahkan kontraktor harus menyetorkan sejumlah uang 15 hingga 17 persen dari nilai kontrak pengerjaan proyek di Kabupaten Malang. Imbasnya, tetu volume pelaksaan proyek menurun.

Menanggapi hal ini, Malang Corruption Watch (MCW) menyatakan bahwa prinsip pengadaan barang dan jasa sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 tahun 2018, salah satunya harus berkualitas.

Namun, jika melihat kondisi fenomena beberapa proyek di Kabupaten Malang ambrol belum genap 1 tahun, bisa jadi barang yang digunakan tidak berkualitas dan tidak sesuai aturan. Secara kualitas barang patut dipertanyakan.

"Prinsip pengadaan harusnya berkualitas. Melihat kondisi demikian, rasanya bisa dikatakan tidak sesuai aturan. Harusnya, kalau speknya bagus tidak mungkin seperti itu. Kami juga perlu melihat kontraknya. Memang dalam kontrak ada masa perawatan dan garansi, tetapi menjadi tidak efektif," tegas Devisi Advokasi MCW, Ibnu Syamsu Hidayat pada Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (3/5).

Disinggung dari beberapa proyek yang ambrol itu sempat masuk ranah hukum, semisal ambruknya jembatan di Dau yang sampai saat ini belum ada rilis dari pihak Polres Malang, Ibnu Syamsu mengatakan, bahwa polisi harusnya melaporkan setiap perkembangan kasus yang ditangani.

"Seharusnya pihak Polres Malang melaporkan perkembangan kasus tersebut. Semua masyarakat bisa menanyakan hal itu. Kalau tidak ada laporan kan menjadi pertanyaan, sampai mana kasus tersebut. Kasus ambruknya jembatan Dau kan sudah berjalan 5 bulan, jangan sampai image kepolisian lamban dalam menangani kasus ini," tandasnya.

Sedangkan untuk informasi adanya besaran fee proyek berkisar 15 persen hingga 17 persen yang harus disetorkan di masing-masing dinas di kalangan kontraktor, Ibnu berharap kontraktor bisa melaporkan hal tersebut ke kejaksaan. Dan, apabila melibatkan pejabat negara bisa melapor ke komisi pemberantasan korupsi (KPK).