SE Menaker Tunda THR Semakin Sulitkan Buruh

Terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerajaan (Menaker) yang membolehkan perusahaan menunda dan angsur Tunjangan Hari Raya (THR), mendapat penolakan keras dari serikat buruh. Mereka menilai hal tersebut akan menyulitkan buruh di tengah masa pandemi.


“Surat edaran tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemenaker) RI Nomor 6 tahun 2016 tentang THR Keagamaan. Dalam Permenaker itu disebutkan, jika THR wajib dibayarkan kepada pekerja atau buruh paling lambat seminggu sebelum hari raya,” jelas Ketua Federasi SPRTMM SPSI Kabupaten Malang, Ribawati, melalui pesan singkat yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Senin (18/5).

“Apabila pengusaha terlambat membayar THR kepada pekerja atau buruhnya, maka akan dikenakan sanksi denda 5 persen dari kewajiban THR yang akan dibayarkan,” imbuh Ribawati.

Seperti diketahui, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakejaan RI Nomor M/6/HI.00.oo.01/V/2020 yang menyatakan bahwa perusahaan dapat mengangsur dan menunda pemberian THR bagi para karyawannya.

Ribawati menyebut, dalam permenaker itu dijelaskan bahwa upah tidak diperkenankan untuk dicicil.

"Oleh karena itu pembayaran THR tidak boleh ditunda maupun dicicil, surat edaran yang dikeluarkan tersebut bertentangan dengan Permenaker tentang THR,” tegasya.

Lebih lanjut, dia menilai keberadaan surat edaran itu mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha. Penundaan THR akan menyulitkan buruh untuk menyambung hidup jelang hari raya.

"Sekarang saja sudah banyak buruh yang dirumahkan dengan upah yang hanya dibayarkan sebesar 25 persen (dari gaji satu bulan). Bahkan ada yang tidak dibayar,” pungkasnya.