KPK Kok Ngurusi Kasus Sekelas THR, Antivis Anti Korupsi: Tidak Profesional!

Pada momen bulan puasa dan Lebaran 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima 14 laporan penerimaan gratifikasi dengan nilai estimasi total Rp 21 juta.


KPK melalui Plt Juru Bicara Ipi Maryati Kuding menyebut pelaporan tersebut berasal dari lima kementerian sebanyak sembilan laporan, tiga pemerintah daerah masing-masing satu laporan, dan dua BUMN/D masing-masing satu laporan.

Menanggapi hal ini, aktivis anti korupsi, Muhammad Trijanto mempertanyakan kinerja KPK yang hanya mengurusi kasus korupsi recehan.

“KPK terima 14 laporan penerimaan gratifikasi jelang Lebaran. Kalau ada yang tetap ngotot minta THR dalam situasi wabah Covid-19 seperti ini, segera lapor KPK saja. Lembaga tangguh setingkat KPK kok ngurusi kasus sekelas THR,” sindir Trijanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (23/5).

Sebelumnya KPK juga melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan hanya mengamankan barang bukti sekitar Rp 43 juta. Kasus ini berakhir dengan pelimpahan kasus ke kepolisian. Hal ini justru telah mempermalukan lembaga antirasuah tersebut.

“Firli Cs telah mempermalukan lembaga antirasuah. OTT KPK rasa saber Pungli. Padahal banyak kasus dugaan korupsi besar yang melibatkan para petinggi negeri ini yang harus ditindaklanjuti,” jelasnya.

Trijanto menyebut, banyak kasus-kasus korupsi besar di daerah yang belum terjamah KPK. Dia mencontohkan kasus dugaan penyelewengan dana KONI 2015 yang menyeret 12 anggota DPRD Kabupaten Blitar.

“Dari 12 anggota DPRD Kabupaten Blitar (periode 2014-2019) yang diduga ikut menikmati dan telah melakukan pengembalian penyelewengan dana KONI 2015, hingga kini tidak juga ditetapkan tersangka,” tandasnya.

Begitu juga dengan lima orang pejabat ASN Pemkab Blitar yang sudah berstatus tersangka dalam kasus pungli work shop honorer K2 (2012), lanjut Trijanto, mereka juga tidak ditahan.

Trijanto menambahkan, selama ini KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri menunjukkan ketidakprofesionalan.

“KPK di bawah Firli Bahuri tidak profesional,” tutupnya.