Takut Dikucilkan, Pedagang Sayur Keliling Di Ngawi Tolak Rapid Test

Upaya Pemkab Ngawi memutus mata rantai penyebaran virus corona (Covid-19) terus dilakukan. Tidak peduli dengan pemerintah pusat yang mengajak berdamai dengan Covid-19. Kini, sasarannya terhadap para pedagang di pasar dengan melakukan rapid test. 


Justru tindakan ketat Pemkab Ngawi tidak semuanya digubris oleh para pedagang pasar yang notabene pedagang sayur keliling. Ada satu cerita yang menggelitik, diantara mereka memilih untuk menolak mengikuti rapid test. Alasannya pun variatif, terutama takut mendapatkan stigma negatif dari konsumenya. 

"Kalau seperti saya ini mengikuti rapid test dan hasilnya nanti positif (reaktif-red) takut kehilangan mata pencaharian. Sebab disisi lain warga masyarakat selaku konsumen nantinya takut membeli dagangan saya dan belum lagi pasti disuruh isolasi terus siapa yang menanggung hidup keluarga saya," terang Fahmi seorang pedagang sayur keliling asal Ngawi, Senin, (1/6).

Kata Fahmi, sebenarnya tidak masalah mengikuti rapid test jika nantinya ada jaminan dari pemerintah apabila hasilnya reaktif. Misalkan, selama melakukan isolasi mandiri 14 hari ada subsidi dari pemerintah untuk keluarganya. Menyusul bebernya, sebagai soko guru keluarga pihaknya jelas tidak bisa beraktifitas apabila mengikuti rapid test dan hasilnya reaktif.

Kemudian data yang berhasil dikumpulkan kantor berita RMOLJatim, kegiatan rapid test dengan sasaran para pedagang pasar di Ngawi ditargetkan 7.388 orang pedagang. Jumlah tersebut dari 19 pasar milik pemerintah daerah setempat. Hanya saja sampai sekarang ini baru menyasar 2.742 pedagang pasar. Pun, hasilnya tercatat ada 76 orang pedagang pasar reaktif virus. 

Sementara Agus Priyambodo Dirut RSUD dr Soeroto Ngawi hingga kini rumah sakit masih merawat 18 orang suspect Covid-19. Perinciannya ada 8 orang sebagai klaster Temboro yang menjalani perawatan setelah hasil swab dinyatakan positif terpapar virus corona. Sedangkan 10 orang lainya tercatat berstatus PDP. 

"Untuk klaster Temboro yang pertama tinggal dua orang sedangkan yang kedua dari klaster yang sama ada enam orang. Sampai saat ini masih menunggu hasil swab," jelas Agus Priyambodo.