Rocky Gerung: MK Otaknya di Istana, Kakinya Dirantai DPR, Hanya Tangannya yang Bebas Transaksi

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Rocky Gerung mengatakan, UU Pemilu 7/2017 yang digugat oleh beberapa elemen masyarakat, termasuk dirinya pada 2018 lalu mengindikasikan Mahkamah Konstitusi (MK) seperti dikooptasi oleh kekuatan besar.


Sehingga, acap kali keputusan yang dihasilkan bersifat politis. Terutama soal Presidential Threshold (PT) dalam UU Pemilu.

Hal itu merujuk sejumlah keputusan yang dihasilkan ketika Judicial Review (JR) atau uji materi sejumlah UU.

"MK itu otaknya di Istana diatur di sana, kakinya dirantai di Senayan atau DPR, cuma tangannya aja dia itu yang bebas, bebas transaksi dan lain-lain," kata Rocky Gerung saat mengisi diskusi bertajuk 'Ambang Batas Pilpres dan Ancaman Demokrasi', pada Jumat (5/6).

Menurut, filsuf UI itu, ambang batas di dalam sistem parlementer tidak diperlukan sama sekali. Sebab, adanya ambang batas presiden yang mencapa 20 persen justru membatasi partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi.

"Gak boleh ada threshold dalam sistem presidensial. Ikut kami mengujikan UU Pemilu soal threshold. Ini adalah gerakan yang mengharuskan karena ada masalah demokrasi yang terjadi sekarang ini," demikian Rocky Gerung.

Menurutnya, dewasa ini ada niat untuk menuduh Pancasila bukan ideologi. Mereka juga pemburu rente karena memiliki orientasi mencari keuntungan finansial.

“Ada bandar di balik gerakan mereka, mulai dari bandar menengah sampai bandar papan atas. Bandar menengah misalnya oknum pengusaha pom bensin dan perkebunan, dan bandar papan atas ya tak perlu saya sebutkan di sini,” tuturnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.