Isu kudeta presiden di tengah pandemik Covid-19 pertama kali dihembuskan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens, yang mengaku telah mengantongi nama sejumlah tokoh yang ingin melakukan kudeta.
- Kritik ke Nadiem Makarim Malah Disebut Salah Alamat, Zita Anjani: Haduh Mas Menteri Bisanya Ngirim BuzzerRp Doang
- Arief Poyuono: Maraknya Pinjol Ilegal Bukti Kegagalan Perbankan BUMN
- Gus Athoillah Bantu Petani Brangkal Atasi Kelangkaan Pupuk Subsidi
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Andi Yusran mengatakan kalangan yang dituduh akan mengkudeta presiden itu dialamatkan untuk kaum kritis.
"Berbeda dengan Boni yang menilai kelompok kritis bagian dari kelompok pengacau negara, Saya justru menilai bahwa kehadiran kaum kritis tersebut adalah suplemen dan vitamin bagi kesehatan prosesi demokrasi Indonesia," ungkap Andi dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (9/7).
Andi melanjutkan bahwa saat ini Indonesia mulai diserang dengan berbagai jenis virus yang mengancam keberlangsungan reformasi menuju konsolidasi demokrasi yang sedang berproses.
Karenanya, kehadiran kelompok kritis yang secara kuantitatif sangat minim itu, setidaknya bisa menjadi kelompok penyeimbang dalam proses-proses politik kenegaraan setelah suprastruktur politik (DPR) dilemahkan. Termasuk semakin kendornya peran infrastruktur politik publik, yakni partai politik, akibat sub-ordinasi kekuasaan.
"Kehadiran kelompok kritis dalam panggung politik Indonesia kekinian adalah energi baru bagi bangsa ini untuk keluar dari perangkap otoriterisme gaya baru yang sedang mewabah," pungkasnya.
- Anies dan Tim Kecil Koalisi Perubahan Sambangi AHY di kantor Demokrat
- Dukung Dave Laksono Pimpin Kosgoro 1957, Airlangga Hartanto: Harus Terus Bantu Sosialisasi Program Pemerintah
- Mahasiswa Al Washliyah Desak Polisi Tangkap Bos Besar Judi Online