Pekerja Borongan KSU Perdula Vendor PT Sampoerna Tempuh Jalur Hukum

Polemik antara karyawan KSU Perdula Vendor PT Sampoerna dengan perusahaan belum kunjung usai.


Kuasa hukum karyawan MPS Perdula menduga ada upaya penyesatan informasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Selaku kuasa hukum pekerja KSU Perdula, Malik Mahardika menanggapi pemberitaan wawancara kuasa hukum KSU Perdula tertanggal 16 Juni 2020 bahwa pihaknya selaku pekerja KSU Perdula yang menyatakan pengunduran diri adalah bohong dan akal-akalan dari pihak KSU Perdula.

“Statemen tersebut sangat menyesatkan dan bercitra buruk bagi buruh di seluruh Indonesia khususnya para pekerja KSU Perdula Ngoro Jombang," beber Malik dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (20/6).

Malik menyampaikan jika para buruh KSU Perdula tidak pernah menyatakan pengunduran diri secara sukarela seperti yang diberitakan ataupun surat yang pernah dituangkan di dalam permohonan agar diberhentikan/PHK tertanggal 09 April 2020.

“Perlu kami luruskan bahwa polemik status karyawan borongan MPS KSU Perdula Ngoro hingga saat ini masih mengalami jalan buntu," terang Malik.

Lanjut Malik, pihaknya menjelaskan bahwa pekerja KSU Perdula tidak pernah menyatakan diri mengundurkan diri, sehingga jika dikatakan polemik antara pekerja dengan pemberi kerja dalam hal ini KSU Perdula hingga saat ini belum selesai. Pasalnya para pekerja hingga diberikannya surat keputusan PHK tersebut, hak-hak para pekerja mengenai pesangon dan lain-lain, tidak diberikan sama sekali oleh pihak KSU Perdula.

“Statemen kuasa hukum KSU Perdula adalah upaya penipuan terhadap kami para pekerja, karena sejatinya sesuai SK diatas kami adalah korban PHK tanpa pesangon," tegas Malik selaku kuasa hukum pekerja borongan KSU Perdula PT Sampoerna.

Dengan demikian, buruh akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang dinyatakan mengundurkan diri akan tetapi diberi SK PHK.

“Langkah hukum sudah kami sampaikan ke Dinas Ketenagakerjaan Jombang agar memberikan fasilitasi bipartit antara pekerja KSU Perdula dengan KSU Perdula pada tanggal 19 Juni 2020," tuturnya.

Malik menilai bahwa polemik ini sejatinya dilakukan oleh PT. HM Sampoerna dengan KSU Perdula Ngoro dengan sangat masif, terstruktur dengan menabrak berbagai regulasi baik Undang undang ketenagakerjaan, Permenakertrans, K3, Undang-Undang UMKM.

“Sehingga pekerja yang selama ini mengabdi bekerja rata-rata 15 tahun bekerja, sangat dirugikan karena ketidakjelasan status pekerja apakah PKWT ataukah PKWTT," ungkap Malik.

Malik menambahkan hingga sekarang pihak Kementerian, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, PT HM Sampoerna sendiri juga tidak pernah merespons pengaduan tertanggal 4 Juni 2020, sehingga pihaknya meyakini ada upaya pembiaran perkara, tidak menanggapi bahkan cenderung membela kepentingan pengusaha, dalam hal ini PT HM Sampoerna yang sejatinya perusahaan rokok berstandar internasional.

“Polemik ini sejatinya memberikan pelajaran bagi seluruh pekerja MPS seluruh Indonesia, bahwa PT HM Sampoerna dan pemerintah telah bekerjasama untuk mengeruk keringat pekerja MPS, dengan memberikan status karyawan tidak jelas, padahal seluruh karyawan MPS seluruh Indonesia sejatinya mengerjakan Core inti bisnis milik PT HM Sampoerna yaitu linting rokok, bandrol, hingga packing," imbuhnya.

“Seharusnya menjadi karyawan PT HM Sampoerna bukan karyawan borongan MPS KSU Perdula Ngoro Jombang. Maka dari pada itu akan melakukan upaya hukum hingga pemerintah merespons bahwa tindakan PT HM Sampoerna dan KSU Perdula Ngoro telah melanggar regulasi ketenagakerjaan," pungkasnya.