Dibongkar, Kejanggalan Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 Hingga Adanya Pungli Rumah Sakit

Kejanggalan proses pemakaman jenazah yang diklaim terpapar Covid-19 dibongkar seorang anggota DPRD Kabupaten Gresik.


Adalah Anggota DPRD Kabupaten Gresik, Muhammad Syahrul Munir yang menilai ada kejanggalan dalam penanganan proses pemakaman jenazah orang yang terpapar Covid-19.

Hal itu ia ketahui saat turut menjadi saksi dan memberikan penghormatan terakhir atas meninggalnya Kapiyah (60) warga Desa Tanggulrejo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.

Usai mengikuti pemakaman, Syahrul menceritakan bahwa jenazah Kopiyah yang dinyatakan positif Covid-19 dimasukkan ke dalam peti yang tidak standard atau seadanya. Padahal, untuk persoalan ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik telah menyiapkan peti mati yang bagus bagi pasien yang dianggap terpapar Covid-19.

“Tak hanya itu saja, saya juga menyaksikan ketidaksiapan alat pelindung diri (APD) dari entah ini di rumah sakitnya, Puskesmasnya, atau Dinas Kesehatannya dalam prosesi pemakaman. Sehingga, secara mandiri relawan desa yang persiapkan secara mandiri untuk turut memakamkan mengenakan APD seadanya," ungkapnya, Minggu (21/6).

"Kondisi seperti itu tentu membuat saya sangat kecewa dan geram dengan bentuk kecerobohan dan miskordinasi dalam prosesi pemakaman yang dilakukan terhadap jenazah orang yang dinyatakan terpapar Covid-19," tegasnya.

Tak hanya pemakaman yang menjadi persoalan, menurut Syahrul masih ada persoalan lain yang harus ditindaklanjut oleh Pemkab Gresik melalui Satgas Covid-nya. Karena pelayanan yang didapati para pasien Covid-19 kerap kali membuat kecewa.

"Laporan yang masuk ke DPRD, masalah yang seringkali dikeluhkan para keluarga pasien Covid-19 adalah persoalan status yang dikeluarkan kenapa begitu lama. Bahkan, orang yang sudah meninggal hasil swab baru keluar seminggu kemudian. Ditambah lagi, ternyata pasien harus membayar biaya swab sekitar Rp 2,5 juta," katanya.

Tidak cukup di situ, keluarga pasien Covid-19 yang hendak menjenguk dipungut biaya untuk APD sebesar Rp 350 ribu untuk sekali masuk rumah sakit.

“Bahkan, info terakhir yang masuk ke saya ada yang dimintai APD sebesar Rp 400 ribu kemudian ditawar jadi Rp 300 ribu untuk sekali masuk," urainya.

“Ini kan keterlaluam, padahal Pemkab Gresik sudah menganggarkan kecukupan APD bagi rumah sakit, khususnya RS Rujukan. Lalu, untuk apa dan dimana anggaran Rp 300 miliar lebih untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Gresik,” tandas Syahrul mempertanyakan.

Sementara, Juru Bicara Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Gresik, Saifudin Ghozali yang juga Kepala Dinas Kesehatan saat dikonfirmasi awak media belum memberikan tanggapan.

Sedangkan, Komandan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Gresik sekaligus Bupati Gresik Sambari Halim Radianto ketika dikonfirmasi awak media terkait hal itu berkilah dan seolah lempar tanggung jawab, dengan alibi yang memiliki standar operasional prosedur (SOP) adalah pihak Dinas Kesehatan. 

“Dinkes yang mempunyai SOP, Mas," ucapnya singkat.