Rapid Test Ajang Bisnis Terselubung Bandit Anggaran di Balik Pandemi Covid-19

Seharusnya negara tidak membebani biaya tambahan terhadap masyarakat yang ingin bepergian dengan kewajiban rapid test.


Hal ini dikatakan aktivis antikorupsi, Mohammad Trijanto pada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (7/2).

“Kebijakan rapid test ini sangat kontraproduktif dengan langkah mengembalikan pemulihan ekonomi yang sempat ambruk karena pandemi,” terang Trijanto.  

Karena itu Trijanto mempertanyakan anggaran sebesar Rp 677 triliun digelontorkan pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional dari dampak corona, naik dari sebelumnya Rp 641,17 triliun.

“Ingat dana Covid-19 luar biasa, dan terus meningkat dananya. Anggaran yang luar biasa harus diimbangi dgn langkah-langkah yang luar biasa pula. Seharusnya anggaran pemerintah sudah cukup untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19,” tegasnya.

Trijanto juga mengapresiasi dan mendukung gugatan atas Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2020 yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tentang kewajiban rapid test bagi penumpang yang akan bepergian menggunakan pesawat, kereta api, maupun kapal laut selama masa pandemi Covid-19.

Pasalnya selama ini rapid test memang dianggap memberatkan dan harus dibatalkan.

“Kalau kebijakan ini tidak dibatalkan, berarti yang boleh bepergian hanya orang kaya, sedangkan orang miskin dilarang bepergian karena biaya berpergian sangat mahal,” jelasnya.

Trijanto menyebut, pembebanan biaya tambahan sebesar Rp 300 ribu hingga Rp1 juta per orang untuk biaya rapid tes, hanyalah ajang bisnis terselubung para bandit anggaran di balik pandemi Covid-19.

“Ini sangat menyakitkan rakyat,” tandasnya.