Peserta UTBK SBMPTN Wajib Rapid Test, SCCC : Biaya Harus Ditanggung Pemerintah

Kewajiban rapid test bagi peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2020 di Surabaya dinilai memberatkan masyarakat ditengah krisis ekonomi paska pandemi virus Covid-19.


Pemerhati pendidikan dan anak dari Surabaya Children Crisis Center (SCCC), Nonot Suryono tidak setuju jika biaya rapid test dibebankan pada masyarakat.

"Negara (Pemerintah) harus memenuhi kewajiban untuk melaksanakan pendidikan itu. Ada syarat yang dibangun saat era pandemi ini dan itu (rapid test) menjadi kewajiban negara, tidak bisa dibebankan kepada orang tua anak,"kata Nonot Suryono saat dikonfirmasi Kantor Berita RMOLJatim, Jum'at (3/7).

Menurutnya, Negara (pemerintah) bisa dianggap melanggar HAM apabila memaksakan kehendaknya yang mewajibkan peserta UTBK SBMPTN 2020 wajib melakukan rapid test dengan biaya pribadi.

"Itu adalah ketaatan sosial dan infrastrukturnya adalah kewajiban negara, kalau itu tidak dilakukan negara melanggar HAM,"tandasnya.

Diketahui, Kewajiban rapid test bagi peserta UTBK SBMPTN 2020 termuat dalam Surat Wali Kota Surabaya Nomor 4.21.4/5853/436.8.4/2020 kepada empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya, yakni Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN). 
Kewajiban rapid test tersebut termuat dalam poin 2 yang tertulis "Seluruh Peserta UTBK SBMPTN wajib menunjukkan uji rapid test dengan hasil non reaktif atau swab test dengan hasil negatif yang dikeluarkan selambat-lambatnya 14 hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia.