Izin Ekspor Benih Lobster Tuai Polemik, Menteri Edhy Prabowo Siap Diaudit

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, yang menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 12/2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan menimbulkan polemik. Terutama terkait dengan pemberian izin ekspor benih lobster bagi sejumlah perusahaan.


Edhy Prabowo mengaku siap diaudit atas keputusannya mengeluarkan izin ekspor benih lobster. Termasuk audit proses seleksi perusahaan penerima izin ekspor yang jadi kontroversi di masyarakat.

“Jadi ada perusahaan yang disebut ada korelasinya dengan saya, sahabat saya, yang sebenarnya saya sendiri tidak tahu kapan mereka daftarnya. Karena ada tim sendiri yang memutuskan izin ini, terdiri dari semua dirjen, termasuk irjen. Silakan saja kalau curiga, itu biasa. Silakan audit, cek, KKP sangat terbuka," ujar Edhy Prabowo usai berdialog dengan nelayan di TPI Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Senin (6/7).

Pendaftaran perusahaan eksportir benih lobster ditangani oleh tim yang terdiri dari semua eselon I KKP, termasuk pihak inspektorat yang punya tugas mengawasi. Edhy memastikan tidak mencampuri apalagi mengintervensi proses pemberian izin bagi pendaftar eksportir benih lobster.

Dirinya pun mengajak masyarakat untuk menitikberatkan pengawasan pada proses pemberian izin, bukan malah mengurusi perusahaan siapa yang mendapat izin. Karena, menurutnya, perusahaan atau koperasi manapun boleh mengajukan sebagai eksportir benih lobster.  

“Ada dua tiga nama yang dikaitkan dengan saya dan langsung dinilai macam-macam. Tapi tolong lihat, ada puluhan perusahaan yang dapat izin. Atau karena saya menteri, semua teman-teman saya tidak boleh berusaha?" kata Edhy.

"Saya pikir yang penting bukan itu, tapi fairnya. Kesamaan pada siapa saja seleksi itu. Saya tidak memperlakukan istimewa sahabat-sahabat saja,” tegasnya.

Meski menuai banyak cibiran atas keputusannya mengizinkan pengambilan dan ekspor benih lobster, Edhy mengaku tak mempersoalkan hal tersebut. Keputusan yang diambilnya sudah berdasarkan kajian ilmiah dan mengikuti semua prosedur.

Sebab, alasan utamanya mengeluarkan izin tersebut ingin menghidupkan kembali puluhan ribu nelayan penangkap benih yang kehilangan pekerjaan dan mendorong majunya budidaya lobster nasional tanpa mengabaikan keberlanjutan.

“Saya tidak peduli di-bully, yang penting saya berbuat yang terbaik untuk masyarakat saya. Saya enggak takut dikuliti, karena yang saya perjuangkan bagaimana masyarakat kita bisa makan, dan itu sesuai perintah Presiden,” pungkasnya, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Untuk diketahui, aturan ini turut mewajibkan eksportir melakukan budidaya lobster dan melepasliarkan dua persen hasil panen ke alam. Benih yang dibudidaya harus dibeli dari nelayan dengan harga minimal Rp 5.000 per ekor.