Penggunaan Air Laut Dipermasalahkan, Petambak di Lamongan Takut Bertambak Lagi

Para petani tambak (petambak) di Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, menyatakan tidak mau bertambak lagi. Hal ini menyusul adanya pemanggilan dari pihak Polda Jatim terhadap petambak atas dugaan pelanggaran tindak pidana perikanan.


Salah satu petambak bernama Muntaha yang baru saja dipanggil Polda Jatim mengaku trauma untuk bertambak lagi.

“Takut saja, tiba-tiba ada Polda datang ke sini (tambak). Saya ditanya mengenai bor. Terus ditanya penggunaan air laut untuk tambak,” cerita Muntaha dikutip Kantor Berita RMOLJatim, belum lama ini.

Dikatakan Muntaha, selama bertahun-tahun bertambak, dirinya tidak pernah dipermasalahkan dengan penggunaan air laut. Apalagi pihaknya tidak paham dengan aturan penggunaan air laut.

“Selama ini saya menggunakan air laut tidak ada masalah. Kalau aturan air laut, semua petani se-Lamongan hingga petani se-Jawa menggunakan air laut. Terus mengapa air laut dipermasalahkan. Selama ini juga tidak ada sosialisasi dari pihak terkait,” ujar Muntaha.  

Setelah didatangi Polda Jatim, Muntaha mengaku langsung mendatangi pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan untuk menjelaskan aturan penggunaan air laut yang dimaksud.

“Tapi pihak DKP juga bingung. Mau kasih surat ijin yang seperti apa,” katanya.

Dengan adanya masalah ini, Muntaha dan keluarganya mengaku ketakutan untuk bertambak lagi.

“Saya dan keluarga takut bertambak. Dipanggil Polda bersama dua teman saya,” tandas Muntaha.

Sementara petambak Krisbiantoro mengatakan keberatan jika dikatakan melakukan pelanggaran atas penggunaan air laut.

“Kami tidak setuju penggunaan air laut dikatakan melanggar. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, semua harga pemasaran ikan anjlok. Pemasarannya susah,” jelas Krisbiantoro.

Harapannya, pemerintah daerah dan pemerintah provinsi bisa membantu petani tambak untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Kami berharap pemerintah bisa membantu menyelesaikan permasalahan ini. Bukannya mempersulit masalah.

Sebelumnya Tim Advokasi Nelayan Pesisir Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Rifai mempertanyakan pemanggilan ketiga petambak oleh Polda Jatim.

Menurut Rifai, selama ini aktivitas bertambak di kawasan Desa Brengkok dan Desa Labuhan, Lamongan sudah dilakukan secara turun temurun.

Hal ini tidak hanya dilakukan petambak di kawasan pesisir utara Kabupaten Lamongan, tapi juga semua petambak di pesisir pantai di Pulau Jawa.

Untuk sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan budidaya ikan selain kolam-kolam pembesaran ikan adalah mesin diesel sekitar 24 PK untuk mendorong air laut ke kolam jika kondisi Air laut tidak pasang.

Adapun sumur bor digunakan untuk mencampur air tawar dengan air laut, khususnya untuk budidaya udang vanami. Sedang kincir untuk membantu sirkulasi oksigen, mesin jenset atau salurusan Listrik (PLN) untuk penerangan dan menghidupkan kincir.

Di samping melakukan budidaya, lanjut Rifai, para petambak sangat memperhatikan dan menjaga kelestarian saluran yang sudah ada dan menjaga kelestarian hutan bakau di sekitar garis pantai dalam rangka untuk menjaga abrasi.

Menurut Rifai, adanya UU No. 31 th 2004 Tentang Perikanan, UU no 45 th 2009 Tentang Perubahan UU No 31 th 2004, UU th 2019 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Air, UU No 1 th 2014 Tentang Perubahan UU no th 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, hal ini tidak diketahui para petambak.

“Para petambak sama-sekali tidak memahami aturan-aturan dan perizinan yang harus mereka penuhi untuk budidaya, pemanfaatan air bor, dan pemanfaatan air laut yang masuk ke darat. Mereka sama sekali tidak memahami perizinan-perizinan yang dimaksud,” urainya.

Selama ini mereka mengelola tambak yang diwariskan oleh orang tua mereka dan sebagian ada yang menyewa kepada sesama petambak dan tidak ada masalah terkait pemanfatan air laut. 

“Mereka tidak menggangu perairan, tidak merusak lingkungan, tidak ada permasalahan apapun dengan masyarakat sekitar. Bahkan masyarakat sekitar kawasan sangat terbantu dengan adanya sumber mata pencaharian di sekitar kawasan pertambakan tersebut. Misalnya, menjadi tenaga kerja,” tegasnya.