Perjuangan Pasien Covid-19 di Banyuwangi, Empat Bulan Isolasi Hingga Dinyatakan Sembuh

Hingga Jumat (10/7), ada 20 pasien sembuh dari 36 kasus positif Covid-19 di Banyuwangi. Salah seorang pasien yang baru dinyatakan sembuh adalah perawat berinisial S yang berusia 42 tahun. Dia adalah pasien positif Covid-19 nomor 3 di Banyuwangi yang tercatat paling lama dirawat dan akhirnya kini bisa kembali berkumpul dengan keluarga kecilnya.


Pria asal Kecamatan Cluring dinyatakan sembuh setelah hasil uji swab tenggorokan yang ke-10 dan 11 dinyatakan negatif pada Rabu malam (8/7).

Alhamdulillah pasien 03 sudah dinyatakan sembuh setelah uji swabnya dua kali terakhir menunjukan hasil negatif. Beliau adalah pasien terlama, karena menjalankan isolasi mandiri sejak 20 Maret setelah muncul kluster petugas haji di Surabaya, lalu dinyatakan positif pada 10 April 2020,” jelas Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Banyuwangi, dr Widji Lestariono.

Pasien 03 itu tergolong sebagai orang tanpa gejala (OTG). Sejak dinyatakan terinfeksi virus corona pada 10 April 2020 lalu, dia menjalani perawatan di rumah sakit hingga melakukan isolasi mendiri di rumah. Total hingga dinyatakan sembuh, S sudah menjalani uji swab sebanyak 11 kali dengan isolasi hingga empat bulan lamanya. Kesembuhan itu dari hasil swab ke-10 dan 11 yang negatif.

"Hingga akhirnya dinyatakan sembuh, saya langsung sujud syukur. Saya langsung telepon ibu saya, beliau dan keluarga langsung menangis haru," kata S saat dihubungi, Jumat (10/7).

S lalu membagi cerita pengalamannya selama berjuang untuk sembuh dari Covid-19. Selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyuwangi dan menjalani isolasi mandiri banyak diberi perhatian oleh petugas kesehatan. Menurut dia, dukungan dari banyak pihak menjadi obat bagi kesembuhannya.

Dia sebelumnya sempat stres karena berkali-kali tes swab, hasilnya tetap positif Covid-19. Padahal, banyak pasien lain sudah sembuh. Namun, S tetap berdoa dan berikhtiar tanpa henti dengan didukung keluarga, sahabat, dan pemerintah daerah.

“Saya sangat berterima kasih atas dukungannya, baik secara moril maupun materil dari banyak pihak. Khususnya Gugus Tugas termasuk tim kesehatan yang terus memantau kondisi saya dan tidak bosan untuk memastikan kesembuhan saya,” ujarnya.

S bercerita, saat menjalani isolasi di rumah, dirinya bahkan mendapatkan tambahan asupan makanan bergizi dari Puskesmas.

“Meskipun saya OTG, saat isolasi di rumah saya disiplin menjalankan isolasi. Saya tidur di kamar sendiri, mengerjakan apapun dilakukan sendiri untuk mengurangi pertemuan dengan anggota keluarga yang lain. Saya harus menjaga keluarga, caranya ya dengan melakukan semuanya sendiri,” ujarnya.

“Petugas puskesmas juga tak bosan memantau secara rutin. Bahkan, petugas juga rutin mengirimi saya nutrisi berupa susu, telur dan buah setiap hari. Saya juga diberi multivitamin,” imbuh S.

Dia mengaku sempat bosan saat harus menjalani isolasi mandiri. Maklum saja, berbulan-bulan dia di dalam rumah. Untuk mengusir rasa jenuhnya, dia rutin melakukan fitness setiap hari di rumahnya. Kebetulan, S memiliki usaha kebugaran di rumahnya.

“Ya hiburan saya itu ya fitnes. Saat isolasi di Pendopo Kabupaten, saya pun menyempatkan membawa peralatan fitnes. Kalau dulu fitnes bareng, sekarang sendiri. Maklum saja, sejak pandemi, usaha itu saya tutup untuk keamanan bersama,” paparnya.

S juga mengaku dukungan lingkungan dan teman kerja membuat dia menajdi lebih optimis dan ikhlas dalam menjalani masa perawatan.

“Alhamdulillah, tetangga tidak ada yang bersikap buruk ke keluarga kami. Mereka semua paham, bahkan tetangga suka menyapa saat saya duduk di depan rumah sendirian. Rekan kerja dan rekan fitnes suka mengirimkan oleh-oleh ke rumah. Membuat saya haru,” jelasnya.

Selama perawatan di rumah, S mengaku lebih dekat dengan Allah SWT. Hari-harinya digunakan untuk memperbanyak ibadah. “Setiap hari saya isi dengan baca Al Quran. Solat Dhuha dan tahajud tak lupa dilakukan rutin. Ini hikmah buat saya,” katanya.

Supriyanto pun berpesan kepada para pasien lain yang sedang menjalani perawatan. Berpikiran positif, menjaga kebugaran tubuh dengan berolah raga ringan, dan makan makanan bergizi adalah kunci dari kesembuhan.  

“Dan yang paling terpenting adalah sabar. Karena saya sendiri selama hampir empat bulan melakukan isolasi dan tidak melakukan aktivitas yang bertemu dengan banyak orang. Demi untuk kesembuhan diri sendiri dan juga melindungi orang-orang lain di luar agar tidak tertular oleh kita,” pungkasnya.

Kendati sudah sembuh, dirinya tidak serta merta mengabaikan anjuran pemerintah dan pihak rumah sakit. Tetap jaga physical distancing, memakai masker, hingga sering-sering cuci tangan.

“Setelah ini saya langsung ingin kerja, sudah kangen kerja. Sebagai penyintas, bukan berarti saya bebas seenaknya, saya tetap tidak boleh ceroboh. Saya akan menjalankan protokol kesehatan super ketat. Saya tidak mau sakit lagi,” pungkasnya.