Tahdzir MUI Ditunggu Umat

SUDAH terinformasi melalui ungkapan Waketum KH Muhyidin sebagaimana berita di berbagai media rencana MUI yang akan mengeluarkan Maklumat lanjutan berupa "tahdzir”, yakni peringatan atau bahasa hukum "somasi" dan bahasa politik mungkin "ultimatum".


Muncul niat ini disebabkan "tidak digubris" Maklumat MUI terdahulu. Tak satupun direalisasikan baik pencabutan RUU HIP maupun pengusutan konseptor RUU. Alih-alih dicabut, Pemerintah justru mengajukan usulan baru RUU BPIP sebagai pengganti dengan nafas yang masih sama berbau Pancasila 1 Juni 1945.

Pengabaian seruan ulama ini tentu dinilai sebagai pelecehan terhadap eksistensi dan posisi baik MUI sebagai institusi maupun ulama-ulama yang menjadi pemegang amanatnya. Wajar jika MUI bersiap-siap mengeluarkan tahdzir.

Peringatan keras agar baik Pemerintah Jokowi maupun DPR RI lebih serius mendengar suara umat yang merasakan gelisah atas "gerakan terselubung" aktivis komunis. Agama dan NKRI yang terancam.

Sekurangnya umat berharap tahdzir segera keluar. Lima hal penting, yaitu:

Pertama, desakan lebih kuat pencabutan RUU HIP maupun RUU BPIP. Bahkan sesuai dengan amanat Kongres Umat Islam, maka BPIP harus dibubarkan.

Kedua, pemerintah maupun partai politik harus melakukan pengusutan seksama dan pembersihan atas anasir-anasir neo PKI dan komunisme yang diduga kuat sedang melakukan penyusupan (infiltrasi).

Ketiga, mendesak untuk mencabut penetapan 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Melegalkan Pancasila 1 Juni 1945 akan menjadi sebab dari terjadinya konflik ideologi di masa depan. Sejarah akan berulang kembali.

Keempat, menekan pemerintah untuk mengubah sikap dan kinerja secara drastis. Tidak mengeluarkan kebijakan yang selalu membuat gaduh baik melalui Kepres, Penpres, Perppu. maupun peraturan perundangan lainnya. Membuat putusan yang jauh dari aspirasi rakyat.

Kelima, tahdzir harus sampai pada desakan agar Presiden mengundurkan diri, bila tetap abai terhadap aspirasi keumatan. Ketika khidmah umat sudah tidak ada, maka tak layak lagi ia memimpin umat, bangsa, dan negara. Mandatpun mesti dicabut.

Tahdzir jika tetap diabaikan, maka komando MUI yang dijanjikan kepada umat Islam yaitu "masirah kubro" dan pengangkatan panglima untuk aksi bukan hanya dinanti tetapi siap dijalankan dengan "seksama" dan "dalam tempo yang sesingkat-singkatnya".

MUI memang sudah saatnya memperkokoh da'wah amar ma'ruf nahi munkarnya dengan marhalah tahdzir dan masirah kubro. “Walladziina jaahaduu fiinaa, lanahdiyannahum subulanaa” (QS Al Ankabut 69).

M Rizal Fadillah

Pemerhati politik dan keagamaan