Pemerintah Jangan Lihat Isu Kesehatan Secara Sempit

Konsolidasi FSP RTMM-SPSI Jatim/dok
Konsolidasi FSP RTMM-SPSI Jatim/dok

Memasuki era kenormalan baru, setiap bidang usaha dan sektor industri mulai bersiap untuk beradaptasi dalam proses interaksi sosial maupun operasionalnya.


Bagi sektor industri padat karya seperti Industri Hasil Tembakau (IHT), momentum ini perlu disikapi dengan penuh kehati-hatian.  Karena, belakangan sektor ini tengah digempur dengan berbagai kebijakan yang restriktif, dimana salah satu yang paling memberatkan adalah mandat terkait IHT dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Demikian diungkapkan Ketua PD Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Timur (FSP RTMM-SPSI Jatim), Ir. Purnomo kepada Kantor Berita RMOLJatim melalui pesan singkat, usai konsolidasi organisasi ke MPS KAPAS, Rabu (5/8).

“Klaim bahwa pengenaan cukai bisa menurunkan prevalensi perokok anak dan konsumsi makanan yang berisiko kesehatan dianggap tidak tepat sasaran. Hendaknya pemerintah tidak melihat isu kesehatan secara sempit. Justru yang harus dikuatkan adalah peningkatan pengawasan dan penegakan disiplin atas distribusi dan akses masyarakat terhadap produknya,” jelas Purnomo.

Purnomo menambahkan, edukasi harus diperbanyak, sosialisasi ke tingkat akar rumput agar konsumen paham bahwa produk tembakau hanya bisa dikonsumsi orang dewasa. 

“Saya kira pemerintah sudah jelas mengatur di PP 109 Tahun 2012 untuk produk tembakau dan aturan ini sudah lebih dari cukup, tugas selanjutnya adalah memastikan implementasi di lapangan berjalan tertib, jangan terus merevisi poin saja tapi praktiknya nihil,” tegasnya.

Sebagai informasi, RPJMN 2020-2024 yang disahkan pada bulan Februari lalu mengandung banyak klausul yang kontraproduktif terhadap pengembangan IHT. 

Di bidang non-fiskal, RPJMN mengamanatkan revisi Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 yang menekankan pada perluasan gambar kesehatan hingga 90%, melarang iklan dan promosi rokok, dan mengetatkan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Sementara itu, Ketua PUK SP RTMM-SPSI MPS KAPAS, Budi Anitawati, mengatakan, sejak pabrik pelintingan rokok berdiri kurang lebih 26 tahun hubungan indusrial antara perusahaan dan Serikat Pekerja berjalan harmonis, setiap permasalahan bisa diselesaikan secara musyawarah dan tidak sampai terjadi demo.

“Kami selaku ketua PUK yang mempunyai anggota di perusahaan sebanyak kurang lebih 1100 orang selalu mendukung setiap program perusahaan yang bermuara pada kesejahteraan pekerja. Maka dari itu merupakan kewajiban bagi kami untuk mempertahankan kelangsungan usaha industri di tempat kami bekerja. Jika ada pihak eksternal yang berniat mengganggu kelangsungan hubungan kerja kami maka sudah sepatutnya kami berdiri di garda terdepan untuk melindungi,” demikian Budi Anitawati.