Dorong Ketahanan Pangan, Khofifah Perhatikan Keluhan Petani LMDH

Khofifah Indar Parawansa usai menghadiri rakor LMDH/RMOLJatim
Khofifah Indar Parawansa usai menghadiri rakor LMDH/RMOLJatim

Guna mendukung program ketahanan pangan nasional, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan perhatian kepada para petani hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).


Salah satu yang menjadi atensi Khofifah, yakni sulitnya para petani hutan mendapatakan kuota pupuk bersubdi. Penyebabnya, banyak LMDH tidak memenuhi syarat administrasi. Akibatnya, tidak terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK).

"Karena ada beberapa yang tidak masuk RDKK, jadi tidak dapat kuota subsidi pupuk," kata Khofifah usai menghadiri Rakor Perkumpulan LMDH se Jawa Timur, di Graha Cemara Obyek Wisata Alam Coban Rindu, Kabupaten Malang, Senin (7/9).

Khofifah menjelaskan, di Jatim sendiri ada 1.842 LMDH. Namun, dari jumlah tersebut hanya ada 303 LMH yang sudah mengantongi SK Menkumham, sementara sisanya ada yang sudah berbentuk akta notaris.

Untuk itu, Khofifah akan memberikan pendampingan kepada LMDH supaya bisa melengkapi syarat adminitasi tersebut. 

"Ini yang harus ada pendampingan supaya legalitasnya klir," jelasanya.

Diakui Khofifah, soal RDKK ini, Pemrov Jatim tidak memiliki kewenangan. Sebab, pengurusan RDKK sejatinya ditangagi pemerintah kabupaten langsung ke pemerintah pusat. Untuk itu, Khofifah meminta agara Rakor kali ini bisa mengidentifikasi secara rinci LMDH mana saja yang belum masuk RDKK.

"Maka dalam rakor ini, tolong identifikasi semua point address-nya ke mana. Karena untuk masuk ke RDKK itu bukan kewenangan pemprov. Kalau memang nanti ada nanti sekian yang tidak masuk RDKK, maka tolong disampaikan ke bupati/wali kota, jumlah sekian luasan akan kami sampaikan ke bupati agar bisa dimasukkan sehingga dapat pupuk subsidi," demikian Khofifah. 

Sebelumnya, Ketua Perkumpulan LMDH Jawa Timur, Nur Rohim mengungkapkan keinginanya untuk meningkatkan produk, kualitas produk hingga perluasan akses. Akan tetapi, mereka terkendala soal pupuk.

“Kami sering disiksa oleh pengadaan pupuk. Kami butuh pupuk. Kalau kami tidak diberi maka ajari kami supaya bisa mandiri,” kata Nur Rohim.