Febri Diansyah Mundur Dari KPK Biasa Saja, Tidak Perlu Dipolitisasi

Febri Diansyah/Net
Febri Diansyah/Net

Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah resmi mengundurkan diri jabatan dan statusnya sebagai pegawai KPK per hari Kamis (24/9). 


Menurut praktisi hukum, Syahrir Irwan Yusuf, keputusan Febri Diansyah itu diambil dengan tpertimbangan-pertimbangan subyektif yang dimilikinya. Sehingga pada akhirnya keputusan pengunduran diri tersebut menjadi pilihan akhir. 

“Saya berpendapat apa yang telah diputuskan oleh Ka Biro Humas KPK, Febri Diansyah untuk mengundurkan diri dari status jabatan yang diemban dan status pegawai KPK merupakan hak pribadi dan merupakan suatu pilihan," kata Syahrir Irwan Yusuf dalam keterangannya, Sabtu (26/9). 

"Tentu pertimbangan pengunduran diri ini menjadi subyektif, karena ini menyangkut keputususan orang per orang. Tentu juga maksud dari pengunduran diri ini pun menjadi wilayah private bagi yang bersangkutan," imbuhnya dilansir Kantor Berita Politik RMOL. 

Syahrir justru heran dengan pandangan beberapa pihak yang menilai pengunduran Febri Diansyah sebagai satu pertanda bahwa ada yang salah dengan internal KPK yang tengah dipimpin Firli Bahuri. 

"Menjadi pertanyaan bagi saya justru mengapa pengunduran diri Ka Biro Humas KPK ini seolah-olah menjadi perihal besar bagi pihak-pihak tertentu, yang pada akhirnya mempolitisir seolah-olah ada perihal kesalahan besar yang terjadi pada sistem KPK saat ini atau ditimpakan kesalahannya pada pimpinan KPK," ujarnya. 

Opini-opini semacam itu, kata Syahrir, salah satunya dikatakan seperti disebutkan oleh seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) yang berinisial KR. 

“Saya menjadi terheran saja atas pendapat peneliti ICW tersebut, yang yang menggiring opini bahwa mundurnya Ka Biro Humas KPK ini seakan penyebabnya adalah karena disebabkan oleh seorang Ketua KPK. Saya mempertanyakan logika berpikir serta dasar kebenaran obyektif pendapat peneliti ICW tersebut," jelasnya. 

"Di mana letak korelasi obyektif-faktanya? Bagaimana perspektif pembuktian premis hubungan sebab akibat tersebut. Saya kira ini kurang fair dan kurang obyektif, dan cenderung opini ini tendentif dan sangat kurang didukung obyektifitas dalam beropini,” sesalnya. 

Sambungnya, pengunduran diri bagi pejabat publik adalah hal yang biasa. Seperti banyak contoh yang pernah terjadi, Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX pernah mundur dari jabatannya sebagai Wakil presiden atau SBY yang mengundurkan diri dari jabatan menteri saat pemerintahan Gus Dur. 

“Termasuk juga pengunduran diri seorang yang dalam kapasitas jabatan publiknya hanya Kepala Biro Humas KPK, ini adalah suatu peristiwa yang sangat wajar dan biasa-biasa saja," tegasnya. 

"Sehingga tidak perlu adanya politisasi dan penggiringan opini atas keputusan pengunduran diri itu seolah terjadi sesuatu yang luar biasa. Ini adalah koreksi terhadap pendapat seorang peneliti ICW berinisial KR,” demikian Syahrir.