Gelombang Dukungan Polda Jatim Bubarkan Deklarasi KAMI Terus Mengalir

foto/rmoljatim
foto/rmoljatim

Gelombang dukungan dan apresiasi yang ditujukan kepada Polda Jatim terkait pembubaran deklarasi KAMI di Surabaya terus mengalir. Kali ini, Aliansi Cinta NKRI menyatakan apresiasinya atas ketegasan Polda Jatim. 


Mereka menilai pembubaran acara deklarasi kelompok yang menamakan diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia pada Senin (28/9) kemarin sudah tepat. Hal itu Karena melanggar protokol kesehatan, selain untuk menghindari bentrokan dengan kelompok lain.

"Aliansi Cinta NKRI melihat tindakan tegas Polda Jatim yang membubarkan deklarasi KAMI di Surabaya sangat tepat. Kami paham, tindakan itu demi keamanan masyarakat dan kondusifitas warga setempat,” kata Ahmad Zazuli selaku Ketua Umum Aliansi Cinta NKRI dalam pernyataan tertulis di Surabaya, Rabu (30/9).

Pihaknya menyebut sejumlah tokoh KAMI tengah mencari panggung politik, namun tidak mempertimbangkan hati nurani sehingga kegiatannya cenderung melanggar protokol kesehatan.

Ahmad Zazuli mengatakan alasan lain pembubaran kegiatan adalah adanya kelompok masyarakat lain yang menolak kehadiran KAMI di Surabaya.

“Tindakan tegas kepolisian setempat didukung masyarakat karena dikhawatirkan terjadi bentrokan antar massa. Masyarakat di sana juga menilai kegiatan KAMI merupakan gerakan politik berkedok gerakan moral,” imbunya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepolisian membubarkan kegiatan KAMI karena tidak mengantongi izin keramaian.

Kegiatan yang dibubarkan berlangsung di Gedung Juang 45, Gedung Museum Nahdlatul Ulama, dan Gedung Jabal Noer.

Trunoyudo mengatakan pembubaran kegiatan KAMI mengacu kepada aturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.

Dia mengatakan kegiatannya bersifat nasional harus disampaikan ke kepolisian 21 hari sebelumnya. Pemberitahuan itu baru diberikan Sabtu, 26 September 2020 atau baru dua hari yang lalu.

Acara itu, kata dia, juga mengalami perubahan tempat yakni di Gedung Juang 45, kemudian bergeser di gedung Museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer.

“Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017,” kata dia.