FOINI: Presiden dan DPR Harus Bertanggung Jawab Atas Kesesatan Informasi UU Cipta Kerja

Presiden RI  Joko Widodo/net
Presiden RI Joko Widodo/net

Organisasi masyarakat sipil dan para aktivis yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menilai sumber disinformasi mengenai Undang-Undang atau UU Cipta Kerja adalah Presiden Joko Widodo dan DPR sama-sama tertutup


“Presiden dan Pimpinan DPR harus bertanggung jawab atas kondisi yang disebabkan oleh buruknya praktik keterbukaan informasi public yang mereka lakukan tersebut,” kata perwakilan FOINI, Arif Adi Putro melalui keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (11/10).

Dikatakan lebih lanjut, berbagai   disinformasi mengenai  substansi  dari  undang-undang  ini  dan  tuduhan  hoax  sebagaimana disampaikan Presiden merupakan dampak  dari  buruknya  keterbukaan  informasi penyusunan UU  Cipta Kerja.

“Pemerintah dan DPR seharusnya sadar bahwa UU Cipta Kerja menyangkut hajat hidup orang  banyak, bahkan menyangkut  banyak  sektor  kehidupan,  bukan sekadar  memenuhi target penyusunan UU,” ungkapnya.

Berdasarkan temuan FOINI, penelusuran pada   situs   web   DPR, DPR   hanya mengumumkan 58 kali rapat pembahasan UU Cipta Kerja.

Padahal, sebelumnya Ketua Baleg DPR,  Supratman  Ali  Atgas,  mengatakan terdapat64  kali  rapat  yang dilakukan DPR,terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat Panja, dan 6 kali rapat dengan tim perumus.

Artinya, ada 6 kali rapat yang tidak dipublikasikan hasilnya. Alih-alih  memperbaiki  kesalahannya, negara  melalui  aparatnya  justru  melakukan tindakan-tindakan  represif  terhadap  warga  atas  tuduhan hoax. 

FOINI menyayangkan bukannya lebih terbuka, pemerintah justru menggunakan polisi untuk merepresi kritik public dengan tuduhan hoaks. Padahal, menurut FOINI, semua kesalahan informasi tersebut muncul karena pemerintah dan DPR yang tidak memberikan akses publik terhadap UU Ciptaker.

FOINI menuntut pemerintah meminta polisi menghentikan tindakan represif terhadap masyarakat yang dituduh menyebarkan hoax Omnibus Law. Mereka juga menuntut pemerintah dan DPR segera mempublikasikan dokumen UU Cipta Kerja yang telah disahkan.