Petani Terancam, Aturan Bank Tanah UU Ciptaker Mendistorsi Reforma Agraria

Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API), M. Nuruddin/Net
Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API), M. Nuruddin/Net

UU Cipta Kerja dinilai sangat berbahaya karena mempermudah alih fungsi lahan pertanian pangan produktif.


Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (API), M. Nuruddin dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (14/10).

Menurut Nuruddin, berbahayanya UU CIptaker dapat dilihat dari Pasal 124 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

“UU Cipta Kerja mengubah pasal 44 ayat (2) UU PLP2B, dimana frasa ‘dan/atau Proyek Strategis Nasional’ (PSN) ditambahkan. API menilai penambahan kata PSN menunjukkan betapa kontradiktifnya pemerintah karena justru akan semakin memperlebar celah dan legalisasi alih fungsi lahan. Bangun infrastruktur (di atas lahan pertanian) ini akan menambah laju konversi lahan pertanian,” ujar Nuruddin.

Ditambahkan Nuruddin, hal tersebut belum termasuk aturan Bank Tanah dalam UU Ciptaker yang mendistorsi reforma agrarian.

“Aturan Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja juga mendistorsi reforma agraria dan justru memberi karpet merah kepada pengusaha untuk mendapatkan hak pengelolaan atas tanah,” jelasnya.  

Nuruddin mengingatkan, bahwa terdistorsinya reforma agraria akan menjadi ancaman tersendiri bagi petani, mengingat banyaknya kasus konflik agraria yang meledak terjadi di perkebunan dan lokasi PSN berada seperti pembangunan jalan tol, bandar udara, dan proyek-proyek lainnya.

“Patut dicatat bahwa pasal-pasal terkait Bank Tanah dan penguatan Hak Pengelolaan itu sebelumnya sudah masuk dalam RUU Pertanahan September 2019 lalu, dan itu ditunda pengesahannya karena kontroversial,” demikian Nuruddin.

Atas dasar itu, API bersama Serikat Petani Indonesia (SPI), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti), Serikat Nelayan Indonesia (SNI) dan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) yang tergabung dalam Badan Musyawarah Tani dan Nelayan Indonesia (Bamustani) menyatakan menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Bamustani mendesak Presiden RI tidak menandatangani UU Cipta Kerja, atau membatalkan UU Cipta Kerja melalui Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu). Pemerintah dan DPR-RI juga harus melakukan excecutive review dan legislative review sesuai dengan wewenang masing-masing dalam peraturan perundang-undangan.

Apabila upaya tersebut tak dilakukan, Bamustani akan mengajukan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi RI dan terus menyuarakan penolakan melalui aksi-aksi di daerah dan nasional sampai dengan UU Cipta Kerja tidak berlaku.