Jangan Lecehkan Pinokio!

Jaya Suprana /net
Jaya Suprana /net

MAJALAH Tempo edisi 17 Oktober 2020 memajang cover depan dengan teks mencolok “Siasat Pinokio Senayan”. 

Kreatif

Saya menghargai, menghormati, dan mengagumi kreativitas redaksi majalah Tempo mencipta sebuah mahakarya judul jurnalistik superduper ampuh untuk menarik perhatian konsumen produk jurnalistik di tengah kemelut pemberitaan tentang pagebluk Corona.

Dalam mencipta judul cover jelas bahwa redaksi Tempo tidak kalah kreatif sekaligus profokatif ketimbang redaksi Time, The Economist atau Der Spiegel.

Pendek kata layak diacungi dua jempol tangan! Namun sebagai pengagum pujangga Italia, Carlo Collodi sang penggubah kisah dongeng L’avventura di Pinnochio yang kemudian dipopulerkan sebagai film animasi ke segenap penjuru dunia oleh Walt Disney, dengan berat hati saya menilai perilaku menyamakan Senayan dengan Pinokio pada hakikatnya merupakan suatu perilaku jurnalistik kurang senonoh.

Di dalam mahakarya klasik Carlo Collodi, sifat tokoh sang boneka kayu semula memang suka berbohong, namun sebenarnya Pinokio sama sekali tidak licik, curang atau munafik.

Bahkan lambat laun Pinokio sadar atas kebiasaan buruk diri berbohong, maka kemudian memperbaiki diri sehingga akhirnya Pinokio mengalami alih-raga dari sebuah boneka kayu berubah menjadi sosok manusia sejati seutuhnya.

Das Sollen

Memang jika niat berhenti pada das Sein mengeksploratir fakta Pinokio tukang bohong, maka tidak terbantahkan redaksi Tempo memang bersikap tidak etis terutama terhadap Pinokio yang disamakan dengan Senayan.

Namun apabila redaksi Tempo berniat  das Sollen, maka yang diharapkan dari judul “Siasat Pinokio Senayan” adalah Senayan berkenan memperbaiki sikap dan perilakunya. maka saya makin hormat dan kagum atas kreatifitas sang penggubah judul tersebut.

Ternyata judul “Siasat Pinokio Senayan” bukan hanya sekadar siasat-muslihat marketing produk jurnalistik belaka namun juga mengandung makna kearifan kerakyatan  lebih dalam keadiluhurnya yaitu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagai mahkota peradaban. Merdeka!

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan