Komisi I DPRD Banyuwangi menggelar rapat dengar pendapat atau hearing untuk mengurai benang merah atas persoalan penyewaan tanah kas desa (TKD) Pemdes Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, selama 15 tahun.
- Ratusan Pesepeda Meriahkan Gowes Bareng dan Halal Bihalal Sahabat Dokter Agung di Banyuwangi
- Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim Minta BPBD Jatim Antisipasi Letusan Gunung Raung
- Bupati Ipuk Pastikan Ketersediaan Kebutuhan Warga Terdampak Banjir Pesanggaran Banyuwangi
Sebidang tanah aset desa yang disewakan itu adalah halaman Gedung Nasional Indonesia. Oleh penyewa, dibangun pertashop.
Atas persoalan itu, Komisi I DPRD Banyuwangi mengundang hadirkan Kepala Desa Genteng Kulon, Camat Genteng, DPMPTSP, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), BPKAD hingga pemohon hearing, Forum Masyarakat Peduli GNI (Formap).
Dalam forum hearing itu, Koordinator Formap, Rofiq mengatakan, dalam proses sewa menyewa TKD itu dinilai tidak transparan berapa harga sewanya, hingga masa sewa yang melebihi masa jabatan Kades yang periodisasinya hanya 6 tahun.
“Idealnya kan sewa TKD itu tiga tahun atau maksimal sampai masa jabatan kepala desa berakhir,” katanya lantang, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Senin (11/7) sore.
Selain menyoroti penyewaan TKD selama 15 tahun dan Desa Genteng Kulon tidak transparan, dikhawatirkan keberadaan pertashop nantinya dapat mengancam pendapatan warga sekitar yang menjual bensin eceran.
Bahkan di wilayah itu, lanjut Sujoko, tidak jauh dari beberapa lokasi SPBU atau biasa disebut Pom.
“Kalau memang sesuai regulasi ya silahkan, tapi kalau menabrak regulasi, ya harus ditutup,” ungkapnya.
Menanggapi itu, Kades Genteng Kulon Supandi mengaku telah menerima surat dari Formap yang menyoal hal itu. Setelah itu, mengadakan rapat bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang mempunyai inisiatif.
Supandi juga mengaku, telah menanyakan kepada Bakesbangpol mengenai perkumpulan atau lembaga Formap, hasilnya Formap tidak terdaftar.
Sedangkan, mengenai sewa-menyewa TKD itu terdapat kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak. Pihak penyewa hanya menjual pertamax dan pertalite, sementara pihak desa dapat jatah usaha isi ulang baterai kendaraan listrik.
“Itu pun masih ditambah uang sewa sebesar Rp 15 juta per tahun. Untuk pembayarannya setiap lima tahun,” paparnya.
Untuk uang dari hasil perjanjian kerjasama itu, tambahnya, masuk ke APBDes Genteng Kulon. “Ini bukan untuk kepentingan saya atau kepentingan BPD, tetapi untuk kepentingan masyarakat Genteng Kulon,” tambahnya.
Dari unsur DPMD menyatakan, bahwa pengelolaan TKD berada di tangan pemerintah desa. Sesuai regulasi kerjasama atau sewa-menyewa maksimal 15 tahun.
Hearing yang dipimpin Ketua Komisi I, Irianto itu akhirnya menemukan benang merah. Bahwa perjanjian kerjasama itu telah melalui Pra Musdes sampai Musdes. Keuangannya sudah cukup jelas dan nominal sewa juga masuk ke dalam APBDes.
Untuk itu, Komisi I merekomendasi bila dalam proses sewa-menyewa melalui kerjasama pemanfaatan aset desa tidak ada masalah.
“Saya yakin ini bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Ini demi Banyuwangi. Pihak pemerintah desa ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di sekitar GNI,” pungkas politisi PDI Perjuangan itu.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ratusan Pesepeda Meriahkan Gowes Bareng dan Halal Bihalal Sahabat Dokter Agung di Banyuwangi
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran
- Kejari Ponorogo Segel Tanah Kas Desa Jenangan Untuk Barang Bukti