Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya menyebut telah menerima aduan dari dari Dewi Imroatin, jurnalis JTV yang mendapat pelarangan melakukan tugas jurnalistik di lingkungan Pemkot Surabaya oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini melalui Kabag Humas, M. Fikser.
- Kenang Tragedi Gerbong Maut Bondowoso, DPRD Usulkan Masuk Mulok
- 71,2 Persen Emak-emak Puas Terhadap Kinerja Khofifah-Emil
- Kapolres Larang Takbiran Keliling di Kota Kediri
Faridl menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan konfrontir kepada Humas Pemkot Surabaya atas keterangan yang telah disampaikan oleh Dewi. Setelah itu, pihaknya akan konsultasi dengan Ahli Dewan Pers di Jawa Timur terkait kasus ini.
â€Konsultasi ini berkaitan dengan posisi kasus dan potensi pidana yang disebabkannya," imbuhnya.
Sementara terkait surat permohonan penggantian jurnalis oleh Pemkot Surabaya kepada Pimpinan Redaksi JTV dianggap sebagai bentuk intervensi yang melanggar kemerdekaan dan UU Pers. Meskipun bersifat permohonan, namun sikap tersebut menujukkan pemkot masuk ke ranah redaksi sebuah media massa.
Pada Pasal 4 ayat 1 dan 3 jelas disebutkan soal kemerdekaan pers yang berarti bebas dari intervensi. Artinya, Pemkot Surabaya melalui surat itu berpotensi melanggar 18 ayat 1 UU Pers yang berisi tentang upaya menghambat kerja-kerja jurnalistik.
â€Dalam UU Pers, subjek yang dilindungi bukan hanya media massa saja, tetapi juga jurnalis sebagai individu. Pelarang dan permohonan pergantian personel yang ditugaskan sebuah media massa oleh institusi apapun, berarti menghalangi jurnalis sebagai individu untuk melakukan kerja-kerja jurnalistiknya," ungkapnya.
Ia pun mengaku aneh dengan surat yang dikeluarkan Humas Pemkot Surabaya, pasalnya dalam surat tersebut, tidak dijelaskan apa alasan permohonan itu. Seharusnya, Pemkot menujukkan dugaan pelanggaran etik atau hal yang bisa dianggap mencederai bebesan pers oleh Dewi kepada media tempatnya bekerja atau Dewan Pers, yang besifat sebagai aduan. Apabila hal itu tidak dilakukan, artinya permohonan tersebut bersifat subjektif.
â€Tentu hal ini bertentangan dengan semangat kebebasan pers. Pejabat publik tidak sepantasnya membawa urusan pribadi atau subjektivitasnya ke ranah profesi. Meskipun, pejabat publik tersebut memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan, tetapi dia tidak bisa membatasi apalagi melarang jurnais bertanya. Terlebih karena subjekitifitas itu sampai mengintervensi ruang redaksi," pungkasnya. [bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Perumdam Tirta Kencana Jombang Raih Bintang 4 di Ajang Top BUMD Awards 2022
- Perkuat Fungsi Strategis Masjid dan Auditorium, Gubernur Khofifah Dorong Inovasi Berkelanjutan di SMAN 5 Taruna Brawijaya
- Mulai Pekan Depan, Pemkot Surabaya Gelar Operasi Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik